"Wajib pajak tidak perlu takut terhadap aparat pajak. Gugat saja Dirjen Pajak kalau merasa tak bermasalah," kata anggota Fraksi Golkar itu dalam rapat dengar pendapat dengan tiga perusahaan wajib pajak --PT Asian Agri, PT Wilmar dan PT Musim Mas-- di DPR, Rabu.
Pernyataan Edison dilontarkannya untuk menanggapi keluhan tiga perusahaan itu, khususnya PT Wilmar, atas prosedur pajak yang mereka akui tidak cukup dimengerti mereka.
Sementara, rekan Edison sesama anggota DPR, Nusron Wahid, mengkritik perusahaan wajib pajak karena kerap mengeluarkan laporan keuangan ganda (double accounting). Dia juga meragukan perusahaan-perusahaan itu tak memahami penghitungan pajak.
Sebaliknya, Nusron meminta perusahaan wajib pajak yang terindikasi mengemplang pembayaran pajak untuk tidak tunduk pada ulah penarik pajak nakal, jika memang tidak mempunyai masalah dengan pajaknya.
"Lebih baik tegakkan aturan daripada menyenangkan aparat," katanya.
Pernyataan Nusron diamini Maiyasyak Johan dari Fraksi PPP, yang menyorot aspek kejujuran, baik dari wajib pajak maupun penarik pajak.
Tak mengerti
Sementara itu PT Asian Agri yang dinilai selama tiga tahun bermasalah dengan pajaknya hingga diindikasikan menunggak pajak dan dendanya sampai Rp6,6 triliun, mengaku tidak mengerti tunggakannya sebesar itu.
"Kami nggak ngerti, Ditjen Pajak cuma menyampaikan bukti awal dan langsung diajukan ke tahap penyidikan tanpa penyelidikan terlebih dahulu," kata GM Corporate Communication Asian Agri Fiona Mambu kepada Komisi XI.
Fiona mengungkapkan, perusahannya menganggap tidak memperoleh kepastian dari Dirjen Pajak menyangkut masalah pajaknya itu.
"Cuma disodori bukti awal, langsung dimasalahkan," kata Fiona membela diri.
Namun anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, meminta Asian Agri untuk melunasi saja tunggakan itu karena perusahaan itu terindikasi pengemplang pajak.
"Bayar saja yang Rp6,6 triliun itu," kata Melchias, seraya menegaskan Komisi XI mengantungi bukti pengemplangan pajak itu. (*)
yud/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010