Selain adanya vaksin kerja sama dengan luar negeri, pengembangan vaksin dalam negeri untuk mendukung kemandirian vaksin sangat diperlukan,Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek) membentuk dan meresmikan Tim Nasional Pengembangan Vaksin Merah Putih untuk mendukung kemandirian vaksin dalam negeri untuk mencegah pandemik COVID-19.
"Dengan populasi sebesar 270 jiwa, Indonesia memiliki kebutuhan vaksin yang besar. Apalagi nanti akan ada revaksinasi atau booster vaksin. Oleh karena itu, selain adanya vaksin kerja sama dengan luar negeri, pengembangan vaksin dalam negeri untuk mendukung kemandirian vaksin sangat diperlukan," kata Menristek /Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro dalam konferensi pers virtual, saat melakukan kunjungan kerja ke Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dalam rangka penyerahan Surat Keputusan (SK) terkait Tim Nasional Pengembangan Vaksin Merah Putih sekaligus meninjau Gedung Pusat Pengembangan Inovasi dan IPTEK (PPII).
Menristek menyerahkan SK Menristek/BRIN tentang Pelaksana Harian Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin CoronaVirus Disease 2019
(COVID-19) kepada tim peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan tim peneliti Universitas Indonesia (UI) yang terlibat dalam pengembangan vaksin Merah Putih.
Dengan demikian, kata Bambang PS Brodjonegoro, LIPI dan UI telah secara resmi bergabung dalam Tim Nasional Pengembangan Vaksin Merah Putih.
Vaksin Merah Putih adalah vaksin COVID-19 dalam negeri yang pengembangannya menggunakan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan pengembangan vaksin membutuhkan waktu yang cukup lama karena ada pengembangan dari bibitnya.
"Tahapan awalnya, dilakukan uji pra klinis bibit vaksin dan diujicobakan ke hewan. Ada beberapa fase yang harus dilewati fase I, fase II, fase III, untuk mengetahui khasiat dan keamanannya," katanya.
Handoko menjelaskan bahkan setelah lolos uji klinis fase III dan digunakan di masyarakat, vaksin itu juga masih harus dipantau 5-10 tahun lagi, karena efek sampingnya tidak langsung muncul. Hal itu dilakukan demi menjaga kualitas dan keamanan vaksin tersebut.
Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih bisa diekspor
Baca juga: Menteri berharap vaksin Merah Putih didistribusikan di triwulan 4 2021
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kemristek Ali Ghufron mengatakan selain membantu penanganan COVID-19, pengembangan vaksin Merah Putih juga menunjukkan Indonesia mampu untuk mandiri dalam memproduksi vaksin.
Saat ini, ada enam lembaga yang sedang mengembangankan vaksin Merah Putih, yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Universitas Airlangga (Unair), LIPI, UI, Institut Pertanian Bogor (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan masing-masing platform yang berbeda.
Surat Keputusan terkait Pelaksana Harian Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin COVID-19 tersebut juga diberikan kepada Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Universitas Airlangga pada 27 November 2020 saat peluncuran Bakti Inovasi Indonesia Kemristek/BRIN di Yogyakarta.
Nantinya, juga akan dilakukan penyerahan SK tersebut kepada UGM dan ITB.
Pada kunjungan tersebut, Menristek Bambang juga meninjau Laboratorium Center for Drug Discovery and Development (CD3) yang berada di Gedung Pusat Pengembangan dan IPTEK (PPII) LIPI Cibinong.
Laboratorium itu berguna untuk mengembangkan imunomodulator, obat yang terbuat dari herbal alami untuk meningkatkan imunitas tubuh pasien jika terserang virus.
Baca juga: Menristek: Akan ada enam versi vaksin Merah Putih untuk COVID-19
Baca juga: Produksi vaksin difokuskan penuhi kebutuhan dalam negeri
Baca juga: Menristek: Vaksin COVID-19 harus terjamin aman
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020