Lima kumpulan data saat ini menempatkan tahun 2020, tahun yang ditandai dengan gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, dan amukan badai, sebagai yang terpanas kedua sejak pencatatan dimulai pada tahun 1850.
"2020 sangat mungkin menjadi salah satu dari tiga tahun terpanas yang tercatat secara global," kata badan PBB yang berbasis di Jenewa itu dalam laporan Situasi Iklim Global pada 2020.
Kemungkinan itu dipicu oleh panas yang ekstrim, kebakaran hutan yang berkobar di seluruh Australia, Siberia, dan Amerika Serikat tahun ini, mengirimkan asap ke seluruh dunia.
Adapun yang kurang terlihat adalah lonjakan panas laut ke level yang menjadi catatan rekor, dengan lebih dari 80 persen lautan global mengalami gelombang panas laut, kata WMO.
"Sayangnya, 2020 merupakan tahun yang luar biasa bagi iklim kita," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, yang mendesak lebih banyak upaya untuk mengekang emisi yang memicu perubahan iklim.
Konsentrasi gas rumah kaca naik ke rekor baru pada 2019 dan telah meningkat sepanjang tahun ini, meski sebelumnya tingkat emisi diperkirakan akan turun karena kebijakan lockdown terkait COVID-19, kata WMO bulan lalu.
Laporan WMO terbaru mengatakan suhu rata-rata global sekitar 1,2 derajat di atas garis dasar 1850-1900 antara Januari dan Oktober tahun ini, menempatkannya di urutan kedua di belakang 2016 dan sedikit di atas 2019.
Tahun-tahun panas biasanya dikaitkan dengan El Nio, peristiwa alam yang melepaskan panas dari Samudra Pasifik. Namun, tahun ini bertepatan dengan La Nia, yang memiliki efek sebaliknya dan mendinginkan suhu.
WMO akan mengkonfirmasi data pada Maret 2021.
Sebuah pakta iklim yang disepakati di Paris lima tahun lalu mendesak negara-negara melakukan upaya untuk membatasi peningkatan suhu hingga 1,5 derajat Celcius, di mana para ilmuwan memperingatkan akan risiko bencana perubahan iklim.
Meski tidak sama dengan melewati ambang batas pemanasan jangka panjang itu, WMO mengatakan terdapat kemungkinan sebesar satu banding lima untuk angka temperatur melebihi level tersebut secara sementara hingga 2024, dengan basis per tahun.
Sumber: Reuters
Baca juga: Inggris akan dorong G20 berperan aktif hadapi dampak perubahan iklim
Baca juga: Jepang harapkan kerja sama iklim lebih besar dengan AS dipimpin Biden
Baca juga: PBB, sejumlah negara sesalkan keputusan AS keluar Perjanjian Paris
Penerjemah: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020