Jakarta (ANTARA News) - Ingin punya resep jitu seputar politik kantor bagi mereka yang berumah di gedung-gedung jangkung metropolitan Jakarta?
Silakan belajar dan berhikmat dari pelatih Chelsea Carlo Ancelotti yang mengakhiri musim 2009/2010 dengan torehan sejarah menggondol gelar Liga Inggris dan Piala FA.
Politik kantor bukan semata mencermati tanda-tanda jaman bagi kekuasaan di kantor, tapi juga mendongkel kebuntuan kemudian menjangkarkan kepada makna kebersamaan.
Tujuannya agar para punggawa di kantor-kantor terbebas dari jargon, "Saya seekor kuda dan hidupku adalah hidup kuda". Silakan meringis ala kuda.
Dan Carletto, panggilan untuk Carlo Ancelotti, menawarkan pembebasan atas mitos Medusa. Artinya, para pekerja di kantor-kantor dari hari ke hari bergumul dan berguling layaknya kuda.
Tunggang langgang bersama waktu yang berlari tiada henti. Kalau Medusa memerankan nasib para kuda yang dicambuk dan dihajar oleh "oknum yang empunya", maka biang keladinya lima huruf saja yakni, kerja.
Bagaimana Carletto memaknai politik kantor yang dicurahi roh Medusa? Jawabnya, kerja, kerja dan kerja.
Dua gelar dalam satu musim bagi pelatih asal Italia itu menjawab pertanyaan mendasar dari politik kantor, bahwa mengapa manusia bekerja dan binatang tidak perlu bekerja? Kerja membedakan manusia dengan hewan.
Bukan sembarang jenis kerja ditawarkan Ancelotti. Sejak merapatkan bahtera di pelabuhan Stamford Bridge, mantan pelatih AC Milan itu mewarisi bayang-bayang sukses Chelsea di bawah polesan Jose Mourinho.
Sepeninggal The Special One, skuad Chelsea tak pernah menjuarai Liga Premier, sampai Carlo Ancelotti datang akhir musim lalu. Sama seperti Mourinho, Ancelotti juga memberikan Chelsea dua gelar, yaitu Premier League dan Piala FA.
Dengan perolehan dua gelar dalam satu musim, para pecinta The Blues kini diajak berefleksi mengenai makna kepiawaian dan makna keahlian dari politik kantor khas seorang pelatih Italia.
Ancelotti menawarkan sifat sosial dari kerja. Buktinya, sejak menangani AC Milan tahun 2001, banyak trofi dipersembahkan Carletto. Sebut saja, juara Liga Champions 2003 dan 2007.
Ia menjadi orang kelima memenangkan gelar juara Piala Champions baik sebagai pemain maupun sebagai pelatih. Empat lainnya adalah Miguel Munoz, Giovanni Trapattoni, Johan Cruyff, dan Frank Rijkaard.
Bagi pelatih yang lahir 10 Juni 1959 di Reggiolo, Italia itu, kerja menyasar kepada tiga makna, bahwa manusia pada dasarnya saling memerlukan karena itu kerja memerlukan perencanaan dan pengorganisasian bersama, dan kebersamaan terlaksana dalam sejarah.
Dan Carletto melewati sejarah, dari satu generasi ke generasi dengan memperkuat sejarah Chelsea dan AC Milan.
Proklamasi dari sukses Ancelotti di bawah sinar politik kantor, bahwa apa yang telah dikerjakannya patut diacungi jempol, meski bos Chelsea Roman Abramovich belum dilegakan sebelum trofi Liga Champions diboyong ke Stamford Bridge.
Chelsea merebut trofi Piala FA setelah memukul Portsmouth 1-0 (0-0) pada final di Wembley, Sabtu (15/5). Striker Didier Drogba dan kiper Petr Cech pahlawan The Blues pada final itu.
Nyatanya Didier Drogba, yang musim ini pencetak gol terbanyak Liga Inggris (29 gol), mencetak gol lewat tendangan bebas pada menit ke-59. Dan peran Peter Cech juga tidak boleh dipandang sebelah mata karena, empat menit sebelumnya, menggagalkan penalti Kevin Prince-Boateng.
"Salah satu tujuan musim ini awalnya adalah memberikan identitas kepada Chelsea untuk menunjukkan permainan yang bagus dan menawan dan mereka justru meningkatkan identitas," kata Ancelloti sesaat sebelum membawa timnya juara Piala FA.
Dua prestasi di bawah sentuhan politik kantor khas Carletto menandai keampuhan dari rumus improvisasi khas pencerahan Italia: pelajarilah ilmu seni (Arte) dan seni ilmu (Scienza).
Ancelotti menjadi orang pertama asal Italia yang berhasil melatih dan membawa Chelsea juara di Premier League. Di bawah tangannya, The Blues tak terpengaruh sepak bola bertahan ala Italia. Chelsea justru membukukan rekor mencetak lebih dari 100 gol di liga.
Perpaduan antara arte dan scienza di gelanggang politik kantor menegaskan bahwa yang terbaik untuk dipilih dan diajak bekerja adalah orang yang menyeimbangkan analisis dengan intuisi, keseriusan dengan main-main, perencanaan dengan improvisasi. Ini politik kantor Ancelotti.
Kata Don Carletto, "Ini adalah musim yang baik karena kami bermain sepak bola dengan baik kami memberikan kesenangan kepada fans kami dan untuk orang lain. Cara Chelsea bermain itu baik untuk semua orang".
Gelandang Chelsea, Frank Lampard angkat topi atas kerja bersungguh-sungguh dan berbuah dua gelar dari pelatih Italia itu.
"(Ancelotti) fantastis sejak hari pertama di sini. Aku sangat gembira untuknya. Jose Mourinho dan dia adalah manajer hebat yang sama-sama akan masuk sejarah, dan terbukti begitu," ungkap Lampard.
"Orang selalu bertanya soal klub ini, apa yang terjadi dengan revolusi Rusia (Roman Abramovic), dan Liga Champions. Namun, Anda tak bisa menyampingkan keberhasilan meraih dua gelar dalam semusim," katanya.
"Jose fantastis dan masuk sejarah sebagai orang yang membawa kami kembali kepada gelar liga. Ia akan menjadi pelatih terbaik Chelsea, bersama dengan Ancelotti, atas apa yang telah ia lakukan. Keduanya pantas atas gelar itu," kata Lampard pula.
Kalau politik kantor dimaknai sebagai perpaduan antara arte dan scienza, maka Pencerahan di laga sepak bola mengenalkan publik kepada semboyan "Ostinate Rigore" (Bersikaplah Keras Kepala), karena setiap kantor memerlukan ide baru dan ide spekulatif yang nyerempet mbalelo.
Ingatlah bahwa, di Eropa semasa pra-Renaissance, semua kreativitas adalah "milik" Yang Ilahi, dan gagasan manusia sebagai pencipta sama artinya dengan menghina Tuhan.
Bung..., sejarah tidak dapat diramalkan dan tidak mempunyai suatu makna besar untuknya, misalnya kebahagiaan orang-orang yang hidup boleh dikurbankan? Jawabnya, sejarah adalah apa yang kita bikin. Dan Carlo Ancelotti menyejarah!
A024/S005
Pewarta: A.A. Ariwibowo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010