Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menelusuri aliran uang setoran warga yang menyewa lahan PT Gili Trawangan Indah (GTI) sebagai tempat menjalankan usahanya.
"Kemana warga menyerahkan uang sewa atas lahan di sana (kawasan kelola PT GTI), itu yang sekarang sedang kita telusuri," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Rabu.
Dia mengatakan bahwa langkah ini dilaksanakan pihak kejaksaan setelah mendengar pemaparan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB.
Dalam pemaparannya, BPK menyampaikan adanya temuan yang berkaitan dengan sewa lahan di dalam kawasan kelola PT GTI seluas 65 hektare di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
Karena itu, lanjutnya, nominal setoran dan peran yang muncul dalam daftar penerima uang sewa tersebut belum bisa pastikan.
Menurut Dedi, persoalan itu masih terlalu dini untuk disampaikan ke masyarakat. Jadi dia berharap agar masyarakat tetap memberikan kepercayaan dan dukungannya kepada kejaksaan.
Baca juga: KPK minta aset milik Pemprov NTB di Gili Trawangan ditertibkan
Dia meyakinkan bahwa langkah yang sedang ditempuh kejaksaan ini merupakan bagian dari upaya mengembalikan hak negara terkait peluang besar dalam meningkatkan sumber pendapatan daerah.
Dalam upaya tersebut, Kejati NTB juga dikatakan tengah berkonsentrasi mengurus keperdataan dari penyelesaian sengketa pengelolaan lahan PT GTI yang telah diamanahkan Pemerintah Provinsi NTB melalui surat kuasa khusus (SKK).
"Yang jelas ini masih soal keperdataan. Belum ada yang mengarah ke pidana," ucapnya.
Persoalan aset di kawasan wisata andalan NTB ini kali pertamanya muncul dari hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kontrak kerja antara Pemprov NTB dengan PT GTI.
Berangkat dari temuan tersebut, KPK mendorong Pemprov NTB untuk segera menertibkan aset wisata yang ditaksir bisa mendongkrak nilai pendapatan daerah hingga memperoleh angka triliunan rupiah.
Hal itu pun sesuai hasil peninjauan dan penilaian ulang Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2018, yang menaksirkan nilai aset yang tumbuh di kawasan wisata andalan NTB itu mencapai Rp2,3 triliun.
Baca juga: Kejati NTB "pasang badan" selamatkan aset wisata bernilai triliunan
Sebelum menerima SKK dari Pemprov NTB, Kejati NTB sempat memberikan Legal Opinion (LO) atau pendapat hukum perihal objek lahan PT GTI.
Menurut hasil kajian Kejati NTB, banyak ditemukan masalah yang imbasnya akan merugikan daerah. Bahkan dari seluruh kajiannya, muncul indikasi yang mengarah pada perbuatan melawan hukum.
Persoalan pertama yang menjadi kajian hukum Kejati NTB perihal luas lahan kelola yang tidak signifikan dengan royalti pertahun PT GTI, yakni sebesar Rp22.250.000.
Kemudian melihat tumbuhnya ladang bisnis secara masif yang kemudian berkembang cukup pesat di kawasan wisata. Pihak kejaksaan bisa memastikan, seluruh kegiatan usaha yang berada di atas lahan PT GTI itu tidak ada satu pun berstatus legal.
Bahkan terhitung perputaran uang bisnis pertahun di atas lahan HGB milik PT GTI dengan luasan 65 hektare itu ditaksir menyentuh angka Rp24 miliar.
Jaksa juga mengendus PT GTI yang melakukan wanprestasi atau tidak pernah menepati janjinya untuk menyetorkan royalti ke pemerintah. Seharusnya PT GTI setiap dasawarsa, menyetorkan royalti dengan kenaikan harga porsentase sebesar 10 persen.
Baca juga: KPK dan Kejagung awasi penyelesaian aset Pemprov NTB di Gili Trawangan
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020