Jakarta (ANTARA News) - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, menyampaikan hasil kajian potensi tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan ibadah haji ke Komisi VIII DPR RI.

"Itu disampaikan dalam forum dengar pendapat dengan Komisi VIII," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Selasa.

Johan menjelaskan, rapat rencananya akan dimulai pukul 14.00 WIB di ruang rapat Komisi VIII DPR RI.

Rencananya, Wakil Ketua KPK, M. Jasin akan hadir dalam rapat itu. Jasin akan didampingi oleh Deputi Pencegahan KPK Eko S. Tjiptadi dan anggota tim kajian pelaksanaan ibadah haji.

Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan 48 kelemahan sistem penyelenggaraan ibadah haji yang berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi.

"Harus ada perbaikan terhadap 48 titik lemah dalam pelayanan ibadah haji dan berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK, M. Jasin beberapa waktu lalu.

Temuan itu adalah hasil kajian KPK sejak Januari 2009 sampai Maret 2010. Kajian itu dilakukan terhadap penyelenggaraan ibadah haji pada musim haji 1430 Hijriah.

KPK mengelompokkan 48 temuan itu dalam empat titik lemah pelaksanaan ibadah haji.

Kelompok yang memiliki paling banyak titik lemah (28 temuan) adalah aspek tata laksana ibadah haji. "Hal ini terkait tidak adanya standar operasional prosedur dan standar pelayanan minimum dalam pelayanan haji," kata Jasin.

Jasin mencontohkan, paling tidak ada setoran awal biaya haji sebesar Rp16 triliun dari 700 ribu calon jemaah.

Dana setoran itu tersimpan di sejumlah bank dan mendapatkan bunga. KPK berharap, bunga simpanan itu digunakan untuk peningkatan layanan haji. "Bisa juga bunga itu digunakan sebagai potongan biaya haji, sehingga meringankan calon jemaah," kata Jasin.

Jasin kemudian menyoroti mekanisme transportasi ibadah haji.

Menurut dia, telah terjadi pemborosan ongkos transportasi ibadah haji. Hal itu antara lain terlihat pada penggunaan kursi pesawat terbang yang tidak sesuai dengan kapasitas.

Dia mencontohkan, pesawat terbang jenis Airbus memiliki kapasitas 440 tempat duduk. Namun, selama ini penyelenggara haji hanya menggunakan 325 kursi dengan alasan kenyamanan.

Jasin berharap, penyelenggara haji menggunakan 400 tempat duduk untuk menghemat biaya perjalanan ibadah haji.

"Semakin banyak jumlah kloter yang diangkut, kan makin sedikit pesawat yang disewa. Di situ efisiensinya," kata Jasin.

Selain itu, KPK juga mengidentifikasi tujuh kelemahan dari sisi regulasi, antara lain terkait ketidakjelasan penyetoran dan format laporan sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji yang disetorkan ke Dana Abadi Umat.

Kemudian ada enam temuan kelemahan pada aspek kelembagaan, terutama karena ketidaksesuaian tugas yang diemban oleh petugas Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh. KPK menyatakan tugas itu tidak sesuai dengan kegiataan yang mereka lakukan di lapangan.

Sementara itu, tiga temuan lainnya terkait dengan aspek manajemen sumber daya manusia. Hal itu antara lain disebabkan oleh minimnya petugas haji yang berpengalaman dalam komposisi petugas haji di Arab Saudi.

Jasin menegaskan, nilai pemborosan akibat berbagai kelemahan itu cukup signifikan. "Nilai inefisiensinya mencapai ratusan miliar," kata Jasin.

Menanggapi hal itu, Menteri Agama Suryadharma Ali tidak bersedia menyebut angka inefisiensi penyelenggaraan ibadah haji. "Angka-angka belum kami keluarkan karena masih dilakukan klarifikasi," kata Suryadharma.

Terkait pemborosan dalam aspek transportasi, Suryadharma membantah Kementerian Agama membayar sewa pesawat secara utuh.

Menurut dia, kementerian hanya membayar sesuai jumlah tempat duduk yang digunakan oleh calon jemaah haji. "Jadi bagi Kementerian Agama tidak rugi," katanya.

Suryadharma juga menegaskan, Dana Abadi Umat masih utuh. Dia menjelaskan, pihaknya akan membahas aturan tentang penggunaan dana tersebut.

Kementerian Agama memperkirakan, pembahasan aturan itu akan selesai pada 2010.

"Rencana dana itu untuk kegiatan-kegiatan yang mudah diukur atau dikontrol," kata Suryadharma.

Meski demikian, Suryadharma menyambut baik hasil kajian KPK tersebut. Menurut dia, kajian itu berguna untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji.
(F008/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010