Karimun, Kepri (ANTARA News) - Panwaslu Karimun, Kepulauan Riau, mengimbau pengawas lapangan di pedesaan mewaspadai praktik politik uang saat masa tenang pilkada atau yang biasa disebut dengan "serangan fajar".

"Praktik politik uang yang biasa dikenal `serangan fajar` rentan terjadi di pedesaan atau pulau-pulau. Karena itu, kami mengimbau pengawas lapangan serta Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) meningkatkan kewaspadaan," kata Ketua Panwaslu Karimun, Tiuridah Silitonga di Tanjung Balai Karimun, Senin.

Tiuridah mengatakan, "serangan fajar" biasanya terjadi pada masa tenang, terutama satu hari sebelum pemungutan suara di mana tim sukses bergerilya mempengaruhi pemilih untuk memilih kandidat tertentu dengan imbalan uang.

"`Serangan fajar` kerap menjadi senjata ampuh bagi kontestan untuk meraih kemenangan," katanya.

Ia menuturkan, praktik jual-beli suara kerap jadi pembicaraan warga dalam sebuah pesta demokrasi, namun Panwaslu sulit untuk membuktikan jika pelakunya tidak tertangkap tangan.

"Kami juga tidak dapat memproses laporan warga jika tidak dilengkapi dengan bukti-bukti," katanya.

Dia mengatakan, pengawas lapangan merupakan ujung tombak dalam memonitor setiap pelanggaran di desa maupun pulau-pulau.

"Kami sulit memantau dengan optimal karena kondisi daerah berpulau-pulau dan hal ini kerap dimanfaatkan pelakunya untuk beraksi," katanya.

Ia juga mengatakan, agar segenap pengawas pilkada meningkatkan kecermatan serta "memasang" mata dan telinga untuk mempersempit ruang gerak oknum pelaku politik uang.

"Kami juga mengimbau pemilih agar jangan terpengaruh dengan imbalan, pilihlah pasangan kandidat sesuai hati nurani," katanya.

Ditambahkannya, masa tenang pilkada mulai berlaku pada Sabtu (22/5), pukul 00.00 WIB dimana setiap pasangan kandidat dilarang menggelar kampanye baik berbentuk orasi, pemasangan atribut dan lainnya.

"Kami mengimbau setiap pasangan kandidat menjaga masa tenang dengan tidak melakukan pelanggaran, bukan hanya kampanye tetapi politik uang," katanya. (HAM/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010