Jakarta (ANTARA News) - Mantan komisaris PT Altenlindo Karya Mandiri (AKM), Raden Saleh Abdul Malik, yang menjadi rekanan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jawa Timur dalam proyek sistem manajemen pelanggan (Customer Management System/CMS), dituntut tujuh tahun penjara karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
"Meminta majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata penuntut umum Chatarina Girsang saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.
Tim penuntut umum juga menuntut hukuman denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam surat tuntutannya, tim penuntut umum menyatakan, tindak pidana itu dilakukan oleh Saleh bersama Direktur Operasional PT Altenlindo Karya Mandiri, Achmad Fathony Zakaria dan Dirut PT Arti Duta Aneka Usaha (ADAU), Arthur Pelupessy.
Achmad Fathony dituntut hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider dua bulan kurungan. Sedangkan ArthUr Pelupessy dituntut hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
Tim penuntut umum menguraikan, ketiga terdakwa terlibat sebagai rekanan dalam proyek yang didanai menggunakan dana pada pos biaya administrasi Anggaran PLN Disjatim periode 2004-2007.
Menurut tim penuntut umum, Saleh dan Achmad Fathony berinisiatif membuat nota kesepahaman pelaksanaan proyek, padahal belum dilaksanakan kontrak. Hal itu bertentangan dengan SK Direksi PLN nomor 100 Tahun 2004 yang secara tegas melarang perjanjian dengan rekanan jika belum ada anggaran.
Dengan bekerjasama dengan General Manager PLN Jawa Timur Hariadi Sadono, Saleh berhasil menjadi rekanan proyek tanpa melalui proses tender. Penunjukan rekanan secara langsung itu bertentangan dengan Keputusan Presiden tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Setelah itu, Saleh bekerjasama dengan Dirut PT Arti Duta Aneka Usaha (ADAU), Arthur Pelupessy dan menyepakati pembagian keuntungan. Tindakan melakukan subkontrak rekanan proyek itu juga bertentangan dengan SK Direksi Nomor 038 Tahun 2004.
Tim penuntut umum menyatakan, para rekanan itu telah menerima pembayaran dari PLN, yaitu PT AKM sebesar Rp199,7 miliar dan dipergunakan biaya proyek sebesar Rp24,7 miliar. Sementara itu, Arthur menerima pembayaran dari PT AKM sebesar Rp39,2 miliar.
Penuntut umum Afni Carolina menyatakan telah terjadi kemahalan pembayaran karena kebutuhan riil pelaksanaan proyek tidak sebesar itu. Hal itu menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp175 miliar.
"Sehingga unsur kerugian negara sudah terpenuhi," kata Afni.
Oleh karena itu, tim penuntut umum juga menuntut ketiga terdakwa untuk membayar uang pengganti, yaitu Saleh Abdul Malik sebesar Rp106,5 miliar, Achmad Fathony Zakaria sebesar Rp490 juta, dan Arthur Pelupessy sebesar Rp36,5 miliar.
Perbuatan ketiga terdakwa adalah pelanggaran hukum seperti diatur dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Rencananya, ketiga terdakwa dan tim penasihat hukum mereka akan mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya.
(F008/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010