Pedagang sedang mencari alasan untuk memburu mata uang berisiko dan itu datang dengan mengorbankan dolar.
New York (ANTARA) - Dolar AS jatuh ke level terendah dalam lebih dari 2,5 tahun pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), saat minat investor terhadap mata uang berisiko meningkat di tengah prospek stimulus fiskal lebih lanjut dari Amerika Serikat serta ekspektasi pemulihan global yang solid.
Berita tentang RUU COVID yang diusulkan semakin menjatuhkan dolar, begitu pula dimulainya kembali pembicaraan antara Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nancy Pelosi pada Selasa (1/12/2020) tentang paket stimulus.
RUU bantuan yang diusulkan sebesar 908 miliar dolar AS akan mendanai langkah-langkah hingga 31 Maret, termasuk 228 miliar dolar AS dana perlindungan gaji tambahan untuk hotel, restoran, dan bisnis kecil lainnya.
“Pedagang sedang mencari alasan untuk memburu mata uang berisiko dan itu datang dengan mengorbankan dolar,” kata John Doyle, wakil presiden transaksi dan perdagangan di Tempus, Inc. di Washington.
"Ketika Anda mendapatkan laporan bahwa kesepakatan stimulus bipartisan dapat dilakukan setelah harapan pupus, itu hanyalah alasan lain untuk mengajukan tawaran berisiko dan menjual dolar," tambahnya.
Baca juga: Dolar pulih dari terendah dalam lebih dua tahun saat saham AS merosot
Pelosi mengatakan pada Selasa (1/12/2020), Mnuchin akan meninjau proposal Senat bipartisan serta rencana bantuan COVID Senator Charles Schumer.
Mata uang yang berkembang pada saat terjadi selera risiko seperti euro, sterling, serta dolar Australia, dan Selandia Baru semuanya naik terhadap greenback.
Euro dan dolar Selandia Baru keduanya mencapai tertinggi 2,5 tahun.
Baca juga: Pfizer-BioNTech ajukan penggunaan darurat vaksin COVID ke Uni Eropa
Bitcoin juga melonjak, mencapai rekor tertinggi hanya sedikit di bawah 20.000 dolar AS. Mata uang virtual itu terakhir turun 3,8 persen pada 18.961 dolar AS.
Dalam perdagangan sore, indeks dolar melemah 0,7 persen menjadi 91,318, setelah mencapai 91,263, terendah sejak akhir April 2018.
Euro mencapai level tertinggi 2,5 tahun terhadap dolar pada 1,2055 dolar AS dan terakhir diperdagangkan 1,0 persen lebih tinggi pada 1,2049 dolar AS.
"Argumen teknis yang mendukung kenaikan euro dalam jangka pendek hingga menengah cukup menarik," kata Scotiabank dalam catatan penelitian.
"Aksi harga November secara keseluruhan bullish untuk euro, terobosan dari konsolidasi (paruh kedua) menunjukkan potensi kenaikan menuju 1,25-1,26 dolar AS."
Baca juga: Rupiah ditutup jatuh, tertekan kekhawatiran kenaikan kasus COVID-19
Sterling naik ke puncak tiga bulan terhadap dolar setelah Times Radio mengatakan pembicaraan kesepakatan perdagangan Brexit telah memasuki tahap negosiasi "terowongan". "Terowongan" adalah istilah untuk tahap akhir yang intens dari negosiasi rahasia, berhasil atau menghancurkan.
Pound terakhir naik 0,7 persen pada 1,3410 dolar AS.
Kekhawatiran tentang meningkatnya kasus virus corona belum memberi dolar banyak dukungan safe-haven. Spekulasi juga berkembang bahwa Federal Reserve akan bertindak untuk mendukung perekonomian melewati musim dingin yang berat sebelum vaksinasi tersedia. Itu selanjutnya akan membebani dolar.
The Fed bertemu untuk menetapkan kebijakan pada 15-16 Desember.
Ketua Fed Jerome Powell dan Menteri Keuangan Mnuchin pada Selasa (1/12/2020) juga mendesak Kongres untuk memberikan lebih banyak bantuan bagi usaha kecil di tengah pandemi virus corona yang melonjak dan kekhawatiran bahwa bantuan dari vaksin mungkin tidak tiba pada waktunya agar mereka tidak gagal.
Dolar Selandia Baru mencapai level tertinggi sejak Juni 2018 dan terakhir naik 0,7 persen pada 0,7055 dolar AS, sementara dolar Kanada naik terhadap greenback, yang turun 0,4 persen menjadi 1,2954 dolar Kanada. Data menunjukkan ekonomi Kanada tumbuh 40,5 persen secara tahunan di kuartal ketiga, pulih dari penurunan bersejarah di kuartal kedua.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020