"Menyatakan terdakwa Hamka Yandhu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata ketua majelis hakim Herdi Agusten saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin.
Putusan itu lebih ringan dari tuntutan tim penuntut umum yang menuntut hukuman penjara selama tiga tahun.
Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan, menyatakan, sejumlah orang anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Golkar diduga menerima cek Bank International Indonesia (BII) dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 2004.
Fraksi Golkar mendapat alokasi cek senilai Rp7,3 miliar dari pengusaha wanita bernama Nunun Nurbaeti yang disampaikan melalui anak buahnya, Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo.
Cek itu diambil langsung oleh Hamka Yandhu di ruang kerja Arie di sebuah kantor di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Serah terima cek itu dilakukan setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 8 Juni 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.
Sejumlah lembar cek yang dimasukkan dalam kantong kertas berlabel warna kuning itu kemudian dibagikan kepada politisi Golkar yang lain, yaitu TM. Nurlif menerima cek senilai Rp550 juta, Baharuddin Aritonang (Rp350 juta), Antoni Zeidra Abidin (Rp600 juta), Akhmad Hafiz Zawawi (Rp600 juta), Bobby Suhardiman (Rp500 juta), Reza Kanarullah (Rp500 juta).
Kemudian Paskah Suzetta (Rp600 juta), Hengky Baramuli (Rp500 juta), Asep Rokhimat Sudjana (Rp150 juta), Azhar Mukhlis (Rp500 juta), dan Martin Bria Seran (Rp250 juta). Sementara itu, Hamka Yandhu menerima bagian paling banyak, yaitu Rp2,25 miliar.
Dalam persidangan, Hamka Yandhu mengaku hanya menerima cek senilai Rp500 juta.
Hakim Nani Indrawati menjelaskan, Hamka Yandhu terbukti dengan sengaja menerima pemberian dan membagikannya. Majelis hakim menyatakan, pemberian itu terkait dengan pemilihan pejabat teras BI.
"Ada gerakan fisik terdakwa mendatangi Arie Malangjudo dan menerima pemberian itu," kata Nani.
Atas perbuatan itu, Hamka dijerat dengan pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1).
Terhadap putusan itu, Hamka dan tim penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir.
(F008/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010