Penyelesaian hanya minta maaf saja, tidak ada pengembalian nama baik dan ganti rugi.

Jakarta (ANTARA) - Seorang mahasiswa bernama Charlie Wijaya merasa pernah menjadi korban pemberitaan salah satu media sehingga mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ke Mahkamah Konstitusi.

Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa, Charlie Wijaya merasa norma dalam Pasal 18 UU Pers hanya memihak wartawan, sementara kepada korban pemberitaan tidak menunjukkan keberpihakan.

Pasal 18 UU Pers mengatur ketentuan pidana untuk pihak yang menghalangi kerja wartawan serta perusahaan pers yang melakukan hal tersebut.

Pemohon menyebutkan Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28G Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 sebagai batu uji. Akan tetapi, tidak mengelaborasi pertentangan Pasal 18 UU Pers dengan batu uji tersebut.

Baca juga: PWI tolak pemberian sanksi lewat peraturan pemerintah

Dalam permohonannya, Charlie Wijaya menyebut akibat pemberitaan, dirinya menerima penghinaan dan pengancaman. Akan tetapi, tidak dapat mengajukan gugatan terhadap media yang telah memberitakan, tetapi dapat mengajukan hak jawab dan klarifikasi.

"Penyelesaian hanya minta maaf saja, tidak ada pengembalian nama baik dan ganti rugi. Jika mau meminta ganti rugi, korban harus menempuh melalui jalur persidangan yang panjang dan lama," tutur Charlie Wijaya dalam permohonannya.

Untuk itu, dia mengusulkan Pasal 18 UU Pers mencantumkan sanksi untuk media yang melakukan kesalahan dan menimbulkan kerugian terhadap orang yang diberitakan.

Charlie Wijaya sebelumnya mengaku sebagai salah satu kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Akan tetapi, partai tersebut menegaskan Charlie Wijaya bukan sebagai salah satu kader.

Baca juga: Dewan Pers ingatkan pemerintah tak buat peraturan turunan UU Pers

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020