Jakarta (ANTARA) - Belum lama ini Islandia membolehkan wisatawan yang sudah pulih dari COVID-19 memasuki negaranya tanpa harus tes dan menjalani masa karantina, karena beranggapan penyintas COVID-19 sudah kebal virus dan tak akan menyebarkan virus lagi. Benarkah anggapan ini menurut pakar kesehatan?
Para pakar kesehatan kompak menyatakan tak setuju dengan pendapat ini. Dekan di NYU School of Global Public Health, Dr. Danielle C. Ompad seperti dikutip dari Insider, Selasa mengatakan saat ini belum ada yang meyakinkan tentang risiko reinfeksi, sehingga jangan buru-buru mengambil kesimpulan tubuh sudah kebal karena sudah pernah kena infeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Hal senada diungkapkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), yang mengungkapkan saat ini para peneliti masih belum tahu apakah jika seseorang memiliki antibodi berarti dia terhadap infeksi virus corona di masa mendatang.
Baca juga: CDC AS perkirakan eks pengidap corona masih bisa tertular lagi
Baca juga: Riset: Mayoritas pasien corona miliki antibodi tapi belum pasti kebal
Dokter yang berfokus pada penyakit infeksi di Johns Hopkins University Center for Health Security, Amesh Adalja menuturkan, terinfeksi kembali COVID-19 sangat jarang dan kemungkinan tidak menjadi perhatian selama beberapa bulan pertama pasca infeksi. Namun, dia mengakui masih perlu waktu untuk mempelajari mereka yang sudah pulih dari COVID-19.
Profesor penyakit menular di Vanderbilt University School of Medicine, William Schaffner juga sependapat. Dia mengatakan belum tahu pasti berapa lama kekebalan, yaitu perlindungan dari infeksi ulang akan bertahan setelah seseorang pulih.
Menurut dia, tes untuk menentukan kekebalan masih baru dan mungkin tidak sepenuhnya akurat.
"Kami tidak tahu hasil tes mana yang benar-benar berkorelasi jelas dengan perlindungan. Namun kami bisa mengukur fenomena kekebalan tertentu, tapi apakah itu terkait dengan perlindungan secara langsung belum diketahui," kata dia.
Islandia yang saat ini sedang memerangi gelombang ketiga COVID-19 telah terbuka untuk pengunjung dari Uni Eropa dan negara bagian Schengen sejak Juni. Wisatawan harus mengisi formulir prapendaftaran dan mengunduh aplikasi pelacakan COVID-19 lokal, menurut Direktorat Kesehatan Islandia.
Untuk memikat lebih banyak pelancong selama liburan, pengujian COVID-19 akan gratis mulai 1 Desember 2020-31 Januari 2021.
Islandia yang dihuni 350.734 orang dilaporkan memiliki 5.392 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dengan jumlah kematian 26 orang. Saat ini, bar dan klub tutup, restoran harus tutup pada jam 21.00 dan orang-orang diharapkan untuk menjaga jarak dan mengenakan masker ketika berada di lokasi publik.
Walau begitu beberapa lokasi wisata saat ini sudah mulai dibuka untuk publik, CDC tidak menyarankan orang-orang melakukan perjalanan yang tidak penting, karena perjalanan meningkatkan peluang seseorang mendapatkan dan menyebarkan COVID-19.
Baca juga: Dianggap sesat, Twitter tandai cuitan Trump soal kebal corona
Baca juga: WHO ingatkan anak muda tidak kebal COVID-19
Baca juga: Satgas COVID-19 : Tidak ada orang yang kebal corona
Penerjemah: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020