Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan beberapa dokumen terkait ekspor benih lobster dan bukti elektronik dari penggeledahan di salah satu kantor milik PT Aero Citra Kargo (ACK), Jakarta Barat, Senin (30/11).
Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster yang menjerat Edhy Prabowo (EP) dan kawan-kawan.
"Barang yang ditemukan dan diamankan tim di antaranya beberapa dokumen terkait dengan ekspor benih lobster dan bukti elektronik," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Tim penyidik KPK pada Senin (30/11) kembali melakukan kegiatan penggeledahan di salah satu kantor milik PT ACK yang berlokasi di Jakarta Barat. Penggeledahan berlangsung hingga Selasa dini hari pukul 02.30 WIB.
Baca juga: KPK amankan dokumen dan uang tunai dari penggeledahan di KKP
Ali menyatakan barang dan dokumen yang diamankan tersebut akan dilakukan inventarisasi dan analisa lebih lanjut untuk selanjutnya dilakukan penyitaan.
"Tim penyidik KPK masih akan melakukan penggeledahan untuk mengumpulkan bukti dalam perkara ini, namun tidak bisa kami sampaikan lebih jauh terkait tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan dimaksud," tuturnya.
Sebelumnya, KPK juga telah mengamankan sejumlah dokumen, uang tunai, dan bukti elektronik dari penggeledahan di beberapa ruangan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat pada Jumat (27/11) sampai Sabtu (28/11) dini hari.
Selain Edhy, enam orang yang juga ditetapkan tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).
Baca juga: Ketua KPK sebut kasus Edhy Prabowo tidak ada kaitannya dengan politik
Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Baca juga: Gerindra harap KPK tangani kasus Edhy Prabowo secara transparan
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020