Jadi dengan pelatihan ini, semua kegiatan berjalan, berita didapat secara 'real time' di lapangan
Jakarta (ANTARA) - Suara rintik hujan sudah mulai sering terdengar di Ibu Kota Jakarta, seiring masuknya Desember, tersisa 31 hari lagi menuju pergantian tahun dari 2020 menjadi 2021.
Tahun yang penuh penantian dan harapan akan berakhirnya bencana pandemi COVID-19, namun di tengah itu, ada bayangan bencana banjir mengkhawatirkan.
Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) telah mengingatkan dampak Fenomena La Nina di Indonesia yang akan terjadi pada akhir 2020 hingga awal 2021, berbarengan dengan musim hujan di Januari hingga Februari 2021.
Walau 11 bulan sudah berlalu, tapi masih segar dalam ingatan warga DKI Jakarta, setelah menikmati malam pergantian tahun, harus merasakan hawa dingin udara ditambah air yang merendam pemukiman, akibat hujan yang terus mengguyur sejak Selasa 31 Desember 2019.
Hujan sempat berhenti, tetapi intensitasnya lebih sering, hingga pukul 02.30 WIB dilaporkan air mulai menggenangi rumah warga di sejumlah wilayah dengan ketinggian beragam mulai dari 50 sentimeter hingga 1,5 meter pun ada.
Berdasarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, luas area yang tergenang 156 kilometer persegi dengan jumlah RW yang terendam sebanyak 390.
Banjir yang terjadi di awal 2020 ternyata karena curah hujan yang tinggi dalam siklus, yakni 377 milimeter per hari dan jika dibandingkan dengan banjir-banjir sebelum (2002, 2007, 2013 dan 2015) yang tertinggi adalah 340 mm per hari (2007).
Meski demikian, banjir tidak sampai melumpuhkan area strategis seperti Bundaran Hotel Indonesia, Jalan Thamrin dan Kawasan Medan Merdeka.
Banjir tidak hanya terjadi di Jakarta, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 726 kejadian banjir yang mengakibatkan lebih dari 2,8 juta orang mengungsi sampai dengan 30 Agustus 2020.
Kekhawatiran akan datangnya banjir di saat semua orang tengah berjuang dalam perang melawan virus SAR-CoV-2 yang datang dari Wuhan dapat dirasakan oleh semua pihak, mulai dari pejabat, aparat, hingga awak media.
Tanggap banjir
Keterbukaan informasi publik saat ini sangat dibutuhkan, baik oleh masyarakat, pejabat maupun aparat. Informasi berfungsi memberikan gambaran kondisi terkini tentang bencana terjadi, sehingga pemerintah bisa mengambil langkah-langkah kebijakan.
Selain itu, publikasi informasi juga berguna untuk menginformasikan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang terkena dampak.
Hal ini yang ditangkap oleh Divisi Humas Polri dengan mengadakan Pelatihan Peliputan Tanggap Bencana Banjir bagi wartawan dan perangkat Humas Polri berjumlah 60 orang.
Kegiatan pelatihan digelar pada Jumat (13/11) bertempat di Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono membuka secara langsung kegiatan yang diikuti 25 orang jurnalis dari berbagai media, baik cetak, televisi, siber maupun radio dan foto. Sisanya, peserta dari anggota Humas Polri.
Argo menyebutkan tujuan pelatihan ini adalah memberikan pemahaman kepada awak media dan humas Polri dalam peliputan tanggap bencana banjir, agar berjalan aman dan lancar serta meminimalisir kecelakaan dalam melaksanakan tugas.
"Intinya kita mengajak dalam situasi tanggap bencana ini ada suatu pelatihan supaya ada ritme, satu irama antara media dan Humas Polri, semua kegiatan peliputan media dan upaya Polri dalam penanggulangan bencana bisa berjalan baik," ujar Argo.
Peran Polri
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan pelatihan peliputan tanggap bencana banjir tercetus setelah ada evaluasi dari pimpinan Polri terkait minimnya informasi tentang peran Polri dalam penanggulangan bencana di Tanah Air.
Dari evaluasi tersebut didapati bahwa Humas Polri belum memiliki sarana prasarana yang memadai dalam mempublikasikan peliputan penanggulangan bencana oleh institusi Polri.
Untuk itu, Humas Polri bekerja sama dengan Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri untuk meminjamkan sarana prasarana dan keilmuannya untuk memberikan pelatihan tanggap bencana banjir.
Menurut Argo, bencana banjir di Jakarta, umumnya di Indonesia memiliki frekuensi tinggi dan catatan dari Mabes Polri, dalam setahun terjadi 900 kali kejadian banjir di seluruh Indonesia.
"Jadi dengan pelatihan ini, semua kegiatan berjalan, berita didapat secara 'real time' di lapangan, upaya penanggulangan bencana juga bisa dilakukan dan terliput dengan baik," kata Argo.
Banyak hal yang telah dilakukan Polri dalam penanggulangan bencana, mulai dari menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, juga terlibat dalam penyaluran bantuan, serta mitigasi.
Argo ingin, peran-peran polisi tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat, sebagai bukti polisi hadir di tengah masyarakat di dalam setiap kondisi.
Teori dan praktek
Materi pelatihan diberikan langsung oleh anggota dari Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri, baik secara teori di dalam ruangan dan praktek di lapangan.
Teori diberikan sebelum praktek dilakukan bertujuan agar para peserta memahami alat dan peralatan yang akan digunakan selama peliputan tanggap bencana berlangsung.
Beberapa materi yang disampaikan seperti pengenalan jenis-jenis perahu yang digunakan saat penanggulangan bencana banjir, posisi yang aman bagi wartawan saat meliput menggunakan perahu di sungai, laut maupun banjir.
Peserta juga dikenalkan cara-cara merakit perahu karet dengan mesin, cara mengemudikan mesin perahu karet di atas permukaan air, cara bertahan di air apabila terjadi insiden perahu terbalik.
Kompol Faried, Kepala Seksi Pertolongan dan Penyelamatan di Patroli Air PolAir Polri didapuk sebagai pemberi materi bagi awak media dan perangkat Humas Polri.
Ia juga mengajarkan bagaimana cara membuat pelampung dengan celana apabila korban sudah kelelahan terapung di air sebelum tim penolong datang.
"Paling sulit menyelamatkan orang tenggelam dalam posisi panik, penolong bisa jadi korban dengan posisi ini. Cara menolongnya adalah memberikan pelampung," kata Kompol Faried.
Dalam pelatihan tersebut Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri juga memamerkan sejumlah peralatan yang mereka miliki dalam operasi kemanusiaan penanggulangan kebencanaan, khususnya di air.
Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri memiliki puluhan perahu karet yang bisa dilengkapi mesin motor ukuran 2 Paardekracht (PK) atau horse power (daya kuda).
Perahu karet dengan mesin tersebut hanya bisa digunakan di area banjir dengan ketinggian air terendah 75 cm hingga dua meter ke atas. Satu perahu karet memiliki kapasitas hingga 16 orang.
Apabila terjadi kebocoran, penumpang tidak perlu panik karena perahu sudah memiliki sekatan jadi kebocoran bisa diminimalisir. Setiap peralatan sudah memiliki keamanan tersendiri.
Selain itu, Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri juga memiliki perahu dari bahan portabel yang efektif digunakan mengevakuasi warga saat banjir di wilayah perkotaan.
"Perahu yang biasa digunakan saat banjir Jakarta adalah perahu portabel, bisa dilipat, kapasitas untuk enam orang, sangat kuat, masuk gang, perahu karet biasanya mudah sobek ketika bersentuhan dengan pagar besi," kata Kompol Faried.
Pada saat meliput di lokasi banjir, ada standar operasi (SOP) tentang posisi aman seorang pemegang kamera bisa mengambil gambar dari atas perahu.
Ada tiga posisi yang bisa ditempati oleh awak media, yakni di depan haluan, sisi kiri dan sisi kanan. Sesuai SOP, setiap pemegang kamera yang bertugas mengambil gambar saat peliputan di atas perahu akan dikawal oleh penumpang perahu lainnya berjumlah dua orang di sisi kiri dan kanannya.
Ketika perahu terbalik, awak media juga tidak perlu panik, ada teknik yang diajarkan oleh anggota Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri.
Begitu juga cara membuat pelampung dari celana, juga dipraktekkan oleh anggota Dit PolAir Korp Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri, yakni dengan mengikatkan sisi kiri dan kanan celana ke leher, lalu bagian pinggang dibuka dengan satu tangan, tangan yang lainnya mengepak-ngepakkan air supaya ada gelombang udara yang masuk ke dalam celana. Setelah menggelembung lalu di ikat, pelampung ini bisa bertahan beberapa menit dan bisa dibuat ulang.
Kadih Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan kegiatan pelatihan ini tidak hanya sekali diadakan, tetapi akan diupayakan rutin setiap tahun, minimal satu kali.
Argo menambahkan, ketika ada bencana di Jakarta maupun di Indonesia, awak media dan polisi siap untuk ke lapangan dengan bekal pengetahuan yang mumpuni.
"Jadi bisa bergerak masuk ke gang-gang untuk menyalurkan bantuan, sehingga kita bisa fokus untuk membantu masyarakat terkena dampak bencana," kata Argo.
Baca juga: PMI inisiasi susun SOP kesiapsiagaan dan tanggap darurat gempa bumi
Baca juga: Polri siapkan operasi tanggap bencana hadapi cuaca ekstrem
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020