Jakarta (ANTARA) - Periodisasi jabatan hakim ad hoc tindak pidana korupsi selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali jabatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi disebut inkonstitusional.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Denpasar Sumali dan Hartono memohonkan pengujian Pasal 10 Ayat (5) Undang-Undang Pengadilan Tipikor.
Pasal tersebut selengkapnya berbunyi: "Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan."
Baca juga: Dosen UII minta revisi UU MK dibatalkan
Sementara itu, hakim di pengadilan serta Mahkamah Agung tidak diatur masa periodisasinya dan dapat menjabat hingga pensiun.
Menurut para pemohon, periodisasi masa jabatan hakim ad hoc pengadilan tipikor mengancam kebebasan hakim dan bertentangan dengan prinsip independensi kekuasaan kehakiman.
Dalam permohonan, didalilkan jaminan masa kerja dan jabatan untuk hakim, termasuk hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi, merupakan bagian dari prinsip independensi kekuasaan kehakiman dan jaminan profesi hakim yang profesional.
Untuk itu, para pemohon menyebut Pasal 10 Ayat (5) Undang-Undang Pengadilan Tipikor bertentangan dengan Pasal 24 Ayat (1), Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28D Ayat (1) serta Pasal 28H Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Dengan argumentasi itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 10 Ayat (5) Undang-Undang Pengadilan Tipikor bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 atau menafsirkan pasal itu menjadi masa tugas hakim ad hoc 5 tahun dan diusulkan untuk diangkat lagi setiap 5 tahun.
Baca juga: Mantan hakim MK nilai revisi UU MK barter politik
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020