Kuala Lumpur (ANTARA News) - Setelah tigakali berturut-turut Indonesia hanya sampai di babak delapan besar, inilah untuk pertama kali dalam delapan tahun terakhir putra-putra Indonesia kembali mencapai babak puncak Piala Thomas.
Usai mempertahankan Piala Thomas di Guangzhou, China, pada 2002 yang sekaligus mencetak rekor lima kali juara berturut-turut, prestasi Merah Putih pada kejuaraan dunia beregu putra itu menurun drastis.
Jangankan mempertahankan gelar, mencapai final pun tidak. Itu terjadi pada tiga penyelenggaraan berturut-turut, 2004, 2006 dan 2008; dua di antaranya bahkan terjadi di hadapan publik sendiri.
Pada 2004, Taufik Hidayat dan kawan-kawan dijegal Denmark 2-3 di semifinal sehingga gagal mempertahankan piala yang dimenangi di Guangzhou itu.
Dua tahun kemudian di Jepang, saat tim Thomas berangkat tanpa tim Uber yang tidak lolos kualifikasi, Merah Putih dihajar China 0-3 sebelum tim Negeri Tirai Bambu itu mempertahankan gelar dengan menyisihkan Denmark untuk keduakalinya berturut-turut.
Terakhir, dua tahun lalu di Jakarta, tim Indonesia kembali tersisih di babak empat besar setelah gagal mengatasi tim Korea yang mengalahkan mereka 0-3.
Dan kali ini, tim Merah Putih kembali berpeluang untuk membawa pulang piala yang sudah 13 kali menjadi milik Indonesia saat tim gabungan pemain pelatnas dan nonpelatnas itu berhasil mencapai babak perebutan gelar.
Terbantu oleh hasil pengundian babak perempat final yang cukup menguntungkan karena terhindar dari empat tim kuat, China, Korea, Denmark, dan tuan rumah Malaysia di babak awal, tim Indonesia tanpa kesulitan berarti melaju ke final setelah menundukkan India 3-0 di babak delapan besar dan Jepang -- yang lolos ke semifinal dengan mengungguli Jerman 3-1 -- juga dengan skor 3-1 pada semifinal.
Tentu saja babak final bukanlah sesuatu yang mudah. Dengan tim tujuh kali juara dengan tiga di antaranya berturut-turut pada tiga penyelenggaraan terakhir, China adalah tim terkuat dalam turnamen dua tahunan itu.
"China adalah tim yang kekuatannya merata pada tunggal maupun ganda, menghadapi mereka kami akan menjadi tim `underdog` sehingga bermain tanpa beban," ujar manajer tim Thomas Indonesia, Yacob Rusdianto.
Yacob memastikan Indonesia akan tampil habis-habisan pada pertandingan terakhir tersebut.
Semangat 2000
Sepuluh tahun lalu di kota yang sama, Kuala Lumpur, Indonesia berhasil menundukkan China di final Piala Thomas dengan skor 3-0 untuk meraih gelar keempat berturut-turut.
Saat itu, Hendrawan yang menjadi tunggal pertama mengalahkan pemain China Xia Xuanze 11-15, 15-2, 15-2, diikuti kemenangan pasangan Tony Gunawan/Rexy Mainaky atas Yu Jinhao/Chen Qiqiu 15-9, 15-2.
Tunggal kedua Indonesia Taufik Hidayat memastikan kemenangan dengan menundukkan Ji Xinpeng 15-9, 15-14.
Dengan kemenangan 3-0 itu, pertemuan antara pasangan Candra Wijaya/Sigit Budiarto melawan Zhang Wei/Zhang Jun dan tunggal ketiga Marleve Mainaky melawan Luo Yigang tidak digelar.
Sekarang, di tahun 2010, kedua tim bertemu lagi pada laga puncak di Putra Stadium, Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Minggu.
Tim China melalui menajernya Li Yongbo telah bertekad akan memenangi pertempuran siapa pun lawan yang dihadapi. "Karena kami masih ingin menjadi juara," katanya.
Sekalipun mengakui bahwa tim Indonesia adalah tim yang cukup kuat karena di dalamnya ada pasangan juara Olimpiade Markis Kido/Hendra Setiawan, ia memastikan tim China lebih baik.
Li Yongbo tentu tidak perlu membeberkan bukti-buktinya karena sudah sangat nyata bahwa Negeri Tirai Bambu itu menguasai setiap turnamen yang ada dalam cabang olah raga tepok bulu itu.
Saat ini mereka memegang ketiga piala kejuaraan dunia beregu, Piala Thomas, Uber dan Sudirman, mempunyai tiga juara Olimpiade, juara dunia,mendominasi peringkat dunia dan merajai turnamen-turnamen Super Series.
Namun mengutip ucapan manajer tim Uber Indonesia, Djendjen Djaenanasri saat tim putri Indonesia bertemu China di semifinal, "Indonesia tidak akan kalah sebelum bertanding," tim Merah Putih harus berjuang sekuat tenaga. Kesempatan yang sudah di depan mata harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. (F005/A016)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010