Khartoum (ANTARA News/Reuters) - Ratusan orang mengungsi setelah ada laporan-laporan mengenai pengerahan pasukan Sudan dan gerilyawan di dekat sebuah kota strategis di Darfur, kata pasukan penjaga perdamaian, Rabu.
Dalam perkembangan lain, bentrokan antar-suku yang telah berlangsung lama di wilayah barat terpencil menewaskan 107 orang sejak Maret, kata misi penjaga perdamaian gabungan PBB-Uni Afrika UNAMID.
Situasi keamanan memburuk di wilayah yang dilanda kekerasan itu setelah perundingan perdamaian antara pemerintah dan gerilyawan macet pada Februari.
UNAMID menyatakan memperoleh laporan bahwa pasukan pemerintah dan gerilyawan dari Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menghimpun kekuatan di daerah Shangil Tobay di negara bagian Darfur Utara.
"Sekitar 70 persen penduduk yang tinggal di Kamp Baru Shangil Tobay telah pergi karena takut terjadi bentrokan," kata misi itu dalam sebuah pernyataan, dengan menambahkan bahwa 2.000 orang tinggal di kamp tersebut.
Dua sumber internasional yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters, ada tanda-tanda bahwa JEM bergerak ke arah tenggara melewati Darfur menuju daerah berdekatan Kordofan Selatan, dimana mereka menyerang ladang-ladang minyak di masa silam.
Shangil Tobay merupakan daerah permukiman yang terletak 70 kilometer sebelah selatan ibukota Darfur Utara, El Fasher, sebuah markas pemerintah dan tempat para pekerja minyak dan pasukan penjaga perdamaian. Daerah itu teletak antara markas JEM saat ini di Darfur Barat dan Kordofan Selatan.
Pejabat JEM Al-Tahir al-Feki mengkonfirmasi bahwa pasukan kelompok gerilya itu berada di sekitar Shangil Tobay dan Kordofan Selatan namun mengatakan, mereka sedang dalam misi "administratif", mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin setempat.
Belum ada pejabat dari militer Sudan yang memberikan komentar mengenai perkembangan itu, namun pasukan pemerintah pekan ini menuduh JEM menyerang JEM menyerang desa-desa di daerah-daerah Darfur Barat dan Utara untu memperluas wilayah mereka.
Pemerintah Sudan dan JEM, kelompok pemberontak utama di Darfur, menandatangani perjanjian dan kerangka kesepakatan di ibukota Qatar pada 23 Februari, dan perjanjian final telah diharapkan bisa ditandatangani sebelum 15 Maret.
Namun, perundingan perdamaian lebih lanjut antara JEM dan pemerintah Sudan, yang diadakan di Doha, ibukota Qatar, macet sejak gencatan senjata Februari, dan batas waktu 15 Maret untuk menyelesaikan perjanjian itu terlewatkan.
JEM pada 29 Maret mengancam akan memulai lagi perjuangan bersenjata mereka jika perundingan mencapai titik kebuntuan.
Maju-mundur proses perdamaian antara kedua pihak berlangsung sejak tahun lalu.
Pemberontak Darfur mengadakan dua babak perundingan dengan para pejabat pemerintah Khartoum di Qatar pada Februari dan Mei 2009.
Pada Februari tahun lalu, JEM menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah Khartoum mengenai langkah-langkah pembangunan kepercayaan yang bertujuan mencapai perjanjian perdamaian resmi.
Pada Mei, JEM sepakat memulai lagi perundingan dengan Khartoum yang dihentikannya setelah pengadilan internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Sudan Omar Hassan al-Beshir karena kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat.
Perundingan antara pemerintah Khartoum dan pemberontak Darfur untuk mengatasi konflik itu telah ditunda beberapa kali pada tahun lalu.
Perundingan yang dituanrumahahi Qatar itu sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober namun pertemuan tersebut ditunda sampai 16 November karena waktunya bertepatan dengan pertemuan puncak Uni Afrika. Jadwal terakhir itu pun ditunda hingga waktu yang belum ditentukan, kata penengah PBB dan Uni Afrika.
Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret 2009 memerintahkan penangkapan terhadap Beshir.
Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Beshir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang.
Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.
Sejumlah pejabat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.
Para ahli internasional mengatakan, pertempuran enam tahun di Darfur telah menewaskan 200.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas.
PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur, pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010