Mendukung penerbitan red notice terhadap Benny yang diduga melarikan diri ke luar negeri

Jakarta (ANTARA) - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung langkah perburuan daftar pencarian orang (DPO) pengusaha Benny Simon Tabalujan.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, di Jakarta, Sabtu, menyebutkan penetapan daftar pencarian orang (DPO) terhadap tersangka kasus dugaan 'mafia tanah' yang disematkan terhadap pengusaha Benny Simon Tabalujan adalah langkah tepat.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendukung penerbitan red notice terhadap Benny yang diduga melarikan diri ke luar negeri itu. Bahkan, Komisi tersebut menegaskan, membuka diri terhadap pihak-pihak yang ingin melaporkan pengusaha tersebut.

"Saya melihat penyidik sudah melakukan langkah yang benar. Tetapi jika pelapor merasa kurang puas, dipersilakan untuk mengadu ke Irwasda Polda Metro Jaya selaku pengawas internal dan ke Kompolnas selaku pengawas fungsional Polri,” kata Poengky Indarti.

Poengky Indarti mengaku mengikuti kasus tersebut baru belakangan ini. Dia juga menyarankan pelapor Abdul Halim mengadukan ke lembaganya terkait penanganan kasus penyerobotan lahan tanah seluas 7,7 hektare dengan tersangka yang berstatus daftar pencarian orang (DPO).

Penyidik Polda Metro Jaya masih kesulitan menangkap DPO kasus pemalsuan mekanisme permohonan dokumen lahan seluas 7,7 hektare, Benny Simon Tabalujan.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengatakan penyidik Polda Metro Jaya belum "update" terhadap pengejaran buronan Benny.

Pihaknya kini tengah fokus mengamankan masalah penolakan Undang-Undang Cipta Kerja dan kerumunan massa di kediaman pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.

"Belum diupdate," kata Ade.

Nama Benny Tabalujan terkait dengan penetapan Achmad Djufri sebagai terdakwa pemalsuan surat akta autentik diancam pidana menurut ketentuan Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur.

Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat di atas tanah milik Abdul Halim dengan nama PT Salve Veritate yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya juga sudah menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka. Yang bersangkutan juga sudah menjadi DPO, karena selalu mangkir dari panggilan penyidik.

Kini, persidangan kasus tersebut digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim Khadwanto serta didampingi anggota Muarif dan Lingga Setiawan.

Selain Djufri, oknum petugas juru ukur di Kantor BPN Jakarta Timur Paryoto juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.

Komisi Yudisial menegaskan akan memantau persidangan kasus itu, jika ada permintaan dari pihak terkait seperti pelapor. Ketua KY Jaja Ahmad Jayus mengatakan dirinya belum mengetahui kasus pemalsuan surat tanah di Cakung yang menyita perhatian publik tersebut.

“Setiap kasus, baik melibatkan unsur oknum pemerintah, baik itu pejabat BPN, bukan pejabat BPN, masyarakat biasa juga ya kita pantau kalau ada yang minta,” katanya pula.

Jaja menegaskan, pihaknya terbuka untuk menerima pelaporan terhadap pengawasan jalannya persidangan. Dengan adanya pelaporan, KY akan lebih fokus menelisik apakah ada dugaan pelanggaran etik pengadilan.

“Kalau ada yang minta kita selalu pantau, mau perkara besar atau perkara kecil, itu istilahnya. Mau perkara publik atau bukan perkara publik, kalau perkara publik tentunya akan menjadi perhatian lebih. Kita kan tidak boleh membeda-bedakan perkara dan orang,” ujarnya lagi.
Baca juga: Kompolnas: Perekrutan Polri perlu perhatian dari Pemprov Papua

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020