Mereka mengatakan akan memiliih berpartisipasi meski tahu berisiko penularan

Jakarta (ANTARA) - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan berdasarkan hasilnya surveinya, mayoritas publik tak mau menunda pilkada serentak yang digelar pada 9 Desember 2020.

"SMRC sudah melakukan sejumlah survei nasional yang di antaranya mengungkap soal terkait Pilkada 2020. Ada tiga catatan dari temuan survei nasional. Pertama mayoritas publik nasional masih ingin Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan ketimbang yang ingin menunda," kata Direktur Eksekutif SMRC Sirojuddin Abbas dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu.

Kemudian yang kedua, menurut dia, memang ada kekhawatiran masyarakat pilkada menjadi sumber penularan COVID-19.

"Tapi tidak menghambat mereka berpartisipasi," ujar Sirojuddin.

Alasan ketiga, adalah mayoritas warga di atas 70 persen mengetahui daerahnya akan melaksanakan pilkada.

"Mereka mengatakan akan memiliih berpartisipasi meski tahu berisiko penularan," kata Sirojuddin.

Berdasarkan tiga temuan tersebut, ada pesan penting khususnya kepada penyelenggara, yakni semua proses harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.

"Mulai dari proses kampanye, pemungutan suara, itu bisa dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan secara ketat," katanya pula.

Dia pun memandang, sejauh ini baik itu dari Satgas COVID-19, pemda, KPU maupun Bawaslu sudah cukup ketat menerapkan protokol kesehatan saat masa kampanye. Meski tak dipungkiri di awal masih ada banyak pelanggaran.

"Makin ke sini, mereka semakin sadar dan hati-hati," ujar Sirojuddin.

Hasil survei yang telah dilakukan pihaknya, juga menemukan masyarakat tak ingin kepala daerah dijabat pelaksana tugas (plt), sekitar 70 persen. Mereka ingin kepala daerah dipilih oleh masyarakat.

"Jadi, ini alasan terkuat Pilkada 2020 tetap berjalan. Karena mereka ingin daerah hasil legitimasi langsung bukan plt yang ditunjuk pemerintah," ujarnya lagi.

Karena itu, kata dia lagi, tidak bijak jika mengubah aturan di saat terakhir seperti sekarang ini, apalagi menundanya.

"Menurut saya, tidak bijak mengubah aturan pemilu di masa akhir. Untuk apa ditunda. Sangat tidak sensitif terhadap aspirasi masyarakat dan juga tidak sensitif dengan beban biaya peserta dan pemerintah, untuk pilkada," kata Sirojuddin.
Baca juga: Survei SMRC: 97 persen warga Surabaya puas kinerja Risma
Baca juga: SMRC: Mayoritas warga tak setuju investasi asing berdampak positif

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020