Jakarta (ANTARA News) - Salah seorang pemenang Nobel Perdamaian, Lech Walesa, mengatakan bahwa dunia perlu mendefiniskan sistem perekonomian yang cocok di era globalisasi ini.
Hal itu dikemukakan oleh mantan Presiden Polandia itu saat memberikan kuliah kepresidenan di Istana Negara, Rabu.
"Tentunya bukan yang saat ini, bukan komunisme atau kapitalisme dimana 10 persen orang menguasai 90 persen kekayaan dunia," katanya, melalui bantuan penerjemah.
Walesa dengan menggunakan bahasa nasionalnya kemudian menjelaskan bahwa dunia harus mulai mencari sistem ekonomi yang tepat untuk mencegah terulangnya krisis serta timbulnya kekacauan.
Walesa yang melakukan lawatan 10 hari ke Indonesia sejak 8 Mei lalu memberikan "presidential lecture" dengan tema "Lessons from Democrati Changes in Poland and Eastern Europe and Their Implication for the New World of 21 Century"
Di antara lawatannya di Jakarta, Yogyakarta dan Bali, Walesa yang kini memimpin Institut Lech Walesa, menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Bali Democracy Institute di Universitas Udayana, Denpasar. Institut Lech Walesa telah menjalin kerja sama serupa dengan berbagai organisasi di Eropa dan Amerika Serikat dalam upaya untuk mendorong demokrasi.
Lech Walesa adalah peraih Nobel Perdamaian tahun 1983 saat Polandia masih dikuasai rezim komunis yang bersekutu dengan Uni Soviet. Pemerintah Polandia menandatangani satu perjanjian yang antara lain mengizinkan kegiatan serikat buruh independen dan menghentikan tindakan pengekangan maupun tekanan-tekanan terhadap anggota oposisi pro-demokrasi pada 31 Agustus 1980.
Dampak dari perjanjian itu, untuk pertama kali terbentuk suatu organisasi demokratik besar, Serikat Buruh Independen dan Bebas Solidarnosc (Solidaritas), di blok negara-negara komunis, dengan Lech Walesa sebagai pemimpinnya.
Namun, hal itu tak berlangsung lama. Rezim Komunis Soviet dan Pemerintah Polandia yang sehaluan tidak senang dengan berbagai kegiatan kelompok-kelompok independen termasuk Solidarnosc. Pada 13 Desember 1981 Pemerintah Polandia mengumumkan status negara dalam keadaan perang.
(T.G003*D012/P003)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010