Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen dan uang tunai dari penggeledahan yang dilakukan di beberapa ruangan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Dalam penggeledahan tersebut penyidik berhasil menemukan dan mengamankan sejumlah barang berupa uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing yang saat ini masih dilakukan penghitungan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Sabtu.
KPK melakukan penggeledahan di beberapa ruangan di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Jumat (27/11) mulai sekitar pukul 10.45 WIB sampai Sabtu (28/11) sekitar pukul 03.00 WIB.
"Di samping itu juga ditemukan beberapa dokumen dan barang bukti elektronik terkait dengan perkara dugaan suap yang diterima oleh tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan," ungkap Ali.
Baca juga: Gerindra harap KPK tangani kasus Edhy Prabowo secara transparan
Selanjutnya penyidik akan melakukan analisa terhadap uang dan barang yang ditemukan dalam penggeledahan tersebut dan akan dilakukan penyitaan.
"Penggeledahan masih akan dilakukan oleh tim penyidik ke beberapa tempat yang diduga terkait dengan perkara ini namun kami tidak bisa menyampaikan lebih lanjut terkait dengan tempat-tempat dimaksud mengingat ini adalah bagian dari strategi penyidikan," kata Ali.
Dalam perkara dugaan penerimaan suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster, KPK telah menetapkan 7 tersangka yaitu sebagai tersangka pemberi adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Safri, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Andreau Pribadi Misata, pihak swasta yang juga Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito.
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Baca juga: KPK dalami dugaan aliran dana ke pihak lain di kasus Edhy Prabowo
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.
Uang tersebut antara lain digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21-23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Barang-barang mewah itu antara lain berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Enam orang tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: KPK selidiki kasus suap Edhy Prabowo sejak Agustus
Sedangkan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020