"Yang ada adalah semua parpol anggota koalisi yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, PAN, PKS dan PPP adalah `the ruling parties` dan konsekuensinya adalah semua kebijakan politik kenegaraan haruslah merupakan hasil kesepakatan koalisi," ujarnya di Jakarta, Selasa.
Kabinet juga mesti mencerminkan representasi potensi riil partai-partai anggota koalisi dan didukung secara konsisten di parlemen oleh anggota-anggota fraksinya, tambahnya.
Dia menegaskan, di masa mendatang tidak boleh lagi ada celah parpol anggota koalisi yang mengelak tanggung jawab bila anggota fraksinya di DPR bermain dua kaki.
Untuk itu perombakan kabinet untuk merasionalkan representasi parpol anggota koalisi wajib dilakukan dalam waktu dekat ini.
Bobby juga mengatakan bahwa pengalaman empiris partainya pada periode yang lalu (2004-2009) sebagai pendukung pemerintah ternyata tidak otomatis mendongkrak popularitas dan menaikan dukungan rakyat.
Bahkan sebaliknya pamor partai turun akibat mendukung kebijakan-kebijakan yang tidak populis.
"Kalau berhasil diklaim `the ruling party, dan kalau gagal itu kesalahan partai pendukung. Partai pendukung seperti ketiban pulung. Ini tidak boleh terulang lagi. Karenanya Partai Golkar harus menjadi bagian dari `the ruling parties`," katanya.
Dalam format koalisi baru ini, ada ruang gerak parpol anggota koalisi untuk berlomba membuat kebajikan bagi rakyat tapi tetap dalam koridor koalisi.
Dia mengungkapkan, koalisi parpol yang dominan di parlemen, tidak perlu dikhawatirkan seolah ada kartel politik yang mendominasi dan memasung demokrasi.
"Pastilah semua parpol baik anggota koalisi maupun oposisi akan berjuang demi kepentingan rakyat yang mendukungnya," tuturnya. (*)
D011/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010