"Kami telah mengambil sampel darah pada lima warga itu untuk diperiksa di laboratorium," kata Multi Junto di Pontianak.
Ia mengatakan, setelah sampel darah itu diperiksa baru bisa diketahui apakah mereka terseran Chikungunya atau demam panas biasa. "Demam chikungunya juga mirip demam berdarah dengue (DBD) sehingga masyarakat perlu waspada," ujarnya.
Menurut data Dinkes Pontianak, saat ini tercatat 52 kasus pasien DBD tersebar di kota itu.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kalbar M Subuh mengatakan, sekitar 1.200 penduduk yang bermukim di kawasan perbatasan Indonesia di wilayah Kalimantan Barat dengan Sarawak, Malaysia Timur, terserang demam Chikungunya dalam empat bulan terakhir, atau sejak Desember tahun 2009.
Ia mengatakan, penyakit yang menyerang warga usia produktif itu diduga berasal dari Malaysia.
"Karena di sini (Kalbar) tidak punya virus Chikungunya. Jadi ini murni impor," katanya.
Pernyakit yang ditularkan dari nyamuk "aedes aegypti" tersebut pada awalnya menyerang warga di Kecamatan Puring Kencana, Kabupaten Kapuas Hulu yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur.
Petugas Dinas Kesehatan menemukan ada 315 kasus pada Desember 2009. Dinas Kesehatan Kapuas Hulu menetapkan itu merupakan kejadian luar biasa.
"Kemudian terjadi pergeseran titik ke Sambas, Bengkayang, dan di Hulu Gurung dan Tepuai (Kapuas Hulu), kemudian ke Meranti (Kabupaten Landak). Sehingga jumlahnya menjadi 1200-an kasus," katanya.
Untuk mengatasi penyakit tersebut, ia mengatakan tindakan pencegahannya sama terhadap pencegahan penyakit demam berdarah dengue (DBD). "Nyamuk `Aedes Aegypti` menyukai air yang bersih, sehingga metode pencegahan DBD juga dapat dilakukan untuk mencegah serangan Chikungunya," katanya. (*)
A057/N005/AR09
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010