Bengkulu (ANTARA News) - Perburuan liar yang mengancam keberadaan harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) membuat populasi satwa itu di wilayah Bengkulu tinggal 50 hingga 70 ekor, kata Kasubag Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Supartono, Sabtu.
"Ancaman utama adalah perburuan liar untuk mengambil kulit dan tulangnya lalu dijual," katanya di Bengkulu.
Akibat maraknya perburuan satwa langka itu membuat populasinya di Sumatra hanya tersisa sekitar 300 hingga 400 ekor.
Tingginya ancaman perburuan juga membuat pemerintah menetapkan satwa tersebut dalam status terancam punah.
Di wilayah Bengkulu, sebagian besar populasi satwa dilindungi UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya itu terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara, Lebong, Muko Muko, Seluma dan Kaur.
Untuk Kabupaten Bengkulu Utara, Muko Muko dan Lebong habitatnya terdapat di hutan produksi dan hutan produksi terbatas hingga ke kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
"Sedangkan di Kaur dan Seluma sebagian besar berada di hutan produksi yang berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan," katanya.
Ancaman terhadap harimau Sumatra juga terjadi akibat konflik di perbatasan hutan dan wilayah penduduk.
Konflik manusia dan harimau sebagian besar terjadi di wilayah Seluma dan Kaur, karena satwa itu sering memasuki wilayah kebun masyarakat yang berbatasan langsung dengan hutan bahkan sebagian pemukiman dan kebun warga berada di dalam habitat satwa itu.
"Konflik dengan warga sampai saat ini masih ditangani BKSDA di Kabupaten Kaur, karena sebagian besar kebun warga sudah masuk ke dalam kawasan hutan yang merupakan habitat harimau Sumatra," katanya.
Upaya perlindungan tetap dilakukan BKSDA, namun jika tidak didukung oleh semua pihak tidak menutup kemungkinan harimau Sumatra akan menyusul kepunahan harimau di Jawa dan Bali.
(T.K-RNI/I016/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010