Johannesburg (ANTARA News) - Lima anggota kelompok ekstrem kulit putih Afrika Selatan (White Supremcist) dimejahijaukan karena melakukan kejahatan terorisme di negeri itu setelah bersekongkol akan meledakkan kota-kota penyelenggara Piala Dunia.

Musa Zondi, juru bicara unit elite penyelidik khusus Hawks, mengungkapkan bahwa "White Supremacist" berencana membom wilayah-wilayah yang banyak dihuni warga kulit hitam pada minggu-minggu terakhir sebelum turnamen akbar sepakbola itu digelar.

Dia mengatakan, kelompok ekstrem kanan ini terdorong meneror Piala Dunia karena tokoh mereka, Eugene Terreblanche, dibunuh bulan lalu oleh dua pekerja kulit hitam.

Kedua warga kulit hitam yang masing-masing berusia 19 dan 36 tahun itu telah ditangkap April lalu di kota Phalaborwa.

Polisi menyatakan lima pria kulit putih itu tidak ingin hidup berdampingan dengan warga kulit hitam Afrika Selatan, lalu memutuskan membom masyarakat hitam.

"Kami yakin mereka memiliki banyak bahan peledak dan amunisi yang mereka persiapkan untuk digunakan di kota-kota penyelenggara Piala Dunia yang padat penduduk. Mereka ingin menciptakan malapetaka seluas mungkin di komunitas hitam. Tampaknya mereka benar-benar siap melancarkan aksinya di pekan-pekan mendatang itu," kata Musa Zondi.

Kelima warga kulit putih itu didakwa melakukan aksi terorisme, memiliki bahan peledak, senjata dan amunisi secara ilegal, serta dimunculkan di depan majelis hakim Pengadailan Phalaborwa di provinsi utara Afsel, Limpopo.

Zondi mengonfirmasikan, salah seorang dari mereka dibebaskan dengan jaminan, sedangkan empat lainnya masih ditahan.

Kendati kelompok ultra kanan itu diyakini tengah merencanakan kekerasan menjelang Piala Dunia, polisi mengaku tidak memiliki bukti yang bisa menghubungkan persengkongkolan itu dengan Piala Dunia.

"Para pemuda itu menyebutkan bahwa mereka ingin membalas dendam kematian Eugene Terreblanche," kata Zondi.

Pemimpin Gerakan Perlawanan Afrikaner, Eugene Terreblanche (69), dibunuh dengan sadis pada 3 April di ladang pertaniannya di Ventersdorp, utara Johannesburg.

Dua pekerja kulit hitam ditangkap dan didakwa melakukan pembunuhan itu, untuk kemudian diajukan ke pengadilan pekan depan.

Sejak kematian Terreblanche muncul kekhawatiran di Afsel, karena pimpinan organisasi ultra kanan kulit putih bersumpah akan membalas kematian Terreblanche.

Namun ancaman itu ditarik lagi setelah mereka bertemu dengan para pejabat penting pemerintah Afrika Selatan.

Tetap saja, sejumlah kalangan di Afsel khawatir pembunuhan tingkat tinggi itu akan menciptakan ketegangan rasial baru di negeri itu, 16 setahun setelah tumbangnya kekuasaan apartheid.

Sementara itu, panitia Piala Dunia berulangkali menegaskan bahwa mereka yakin kepada kemampuan Afrika Selatan menjamin keamanan penyelenggaraan turnamen akbar selama sebulan itua.

Sekitar 44.000 polisi dikerahkan ke berbagai wilayah untuk menjaga perdamaian selama Piala Dunia. Mareeka masih didukung oleh militer negeri itu.

Pekan ini Menteri Kepolisian Afrika Selatan Nathi Mthethwa bersumpah tidak akan menolerir pengganggu Piala Dunia.

Sekitar 300.000 penggemar sepakbola seluruh dunia diperkirakan mendatangai Afrika Selatan selama turnamen akbar yang dimulai 11 Juni nanti itu. (*)

telegraph.co.uk/jafar





Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010