Jakarta (ANTARA News) - Karya sastra klasik yang di Indonesia beken dijuduli "Cerita Seribu Satu Malam" yang di dalamnya memuat kisah Sinbad Si Pelaut, Aladdin dan Ali Baba, dan "Empatpuluh Penyamun," dianggap sekelompok pengacara muslim di Mesir sebagai cerita yang menyerukan "keburukan dan dosa" .
Buku yang dalam Bahasa Inggris dijuduli "The Arabian Nights" berisi kumpulan dongeng rakyat dan cerita-cerita pendek itu pertama kali diterbitkan di abad pertengahan.
Namun penerbitannya kembali baru-baru ini memicu kontroversi dan seruan larangan karena dianggap mengumbar seksualitas serta menggunakan bahasa yang kurang sopan, demikian Al-Arabiya seperti dikutip koran Inggris Telegraph, Sabtu.
"Saya kaget oleh frasa-frasa ofensif dalam versi baru itu," kata Ayman Abdul-Hakim, anggota LSM "Pengacara Tanpa Belenggu".
LSM ini mengajukan gugatan kepada Jaksa Agung Mesir agar edisi baru buku terkenal itu ditarik dari pasar, sekaligus melarang peredaran buku klasik itu.
Abdul-Hakim menyebut buku itu "hanya menghambur-hamburkan uang rakyat", isinya mengumbar seks, dan hanya berisis "seruan untuk berbuat dosa."
Gugatan para pengacara ini dibalas Persatuan Pengarang Mesir yang menyebut para pengacara itu berlaku seperti Taliban.
Otoritas kebudayaan Mesir (GOCP, General Organization of Cultural Palaces) yang memutuskan pencetakan lagi buku itu setelah edisi pertama laris dijual, menyebut "Seribu Satu Malam" sebagai warisan budaya tak ternilai yang tidak boleh dibredel.
Kepala GOCP Ahmed Megahed menyebut seruan pelarangan buku itu sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat.
"Fakta bahwa edisi pertamanya laku terjual segera setelah diterbitkan, menunjukkan bahwa rakyat Mesir adalah penggemar buku dan mereka tak akan terpengaruh oleh sekelompok orang yang memanfaatkan Islam untuk menindas kebebasan," katanya.
Magahed menambahkan, edisi baru dari versi terakhir buku itu telah direvisi Al-Azhar, institusi pendidikan terkemuka dunia Islam. Al-Azhar menyatakan tidak ada kandungan imoral dan bahasa ofensif dalam buku itu. (*)
telegraph.co.uk/jafar
Oleh
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010