Surabaya (ANTARA News) - Penyidik Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya akhirnya melanjutkan proses penyidikan kasus "trafficking" (perdagangan manusia) untuk enam TKI ke Makau.
"Itu merupakan hasil gelar perkara di Mapolwiltabes Surabaya dan kini kasusnya dilanjutkan penyidik PPA Reskrim Polwiltabes Surabaya," kata Ketua Serikat Buruh Migran (SBMI) Jawa Timur Moch. Cholily di Surabaya, Jumat.
Di sela-sela mendampingi keenam TKI dan keluarganya di Mapolwiltabes Surabaya, ia mengaku bangga dengan kinerja Polwiltabes Surabaya, karena dirinya sempat kecewa dengan Unit PPA di Polda Jatim.
"Padahal, korban TKI ke Makau itu sebenarnya ada 12 orang dengan satu TKI di antaranya tergolong di bawah umur karena usianya masih 16 tahun, namun laporan kami ke PPA Polda Jatim untuk enam TKI tidak diterima," paparnya.
Ia mengadukan kasus "trafficking in person" (perdagangan manusia) yang dialami enam TKI ke Unit PPA Polda dengan nomer LPB/238/ IV/2009/Biro Operasi tertanggal 24 April 2009.
Namun, penyidik PPA bernama Habibah justru menetapkan orang lapangan sebagai tersangka dan menjadikan sebagai DPO (daftar pencarian orang).
Sementara ST selaku Direktur Utama PT SPJ, Jln. HRM. Mangundiprojo, Buduran, Sidoarjo yang menerima, menampung, dan mengirim ke Makau jutsru tidak jelas status hukumnya atau bebas dari jerat hukum.
"Karena belasan TKI itu sudah jenuh menjalani pemeriksaan di PPA Polda Jatim tanpa kejelasan maka kami akhirnya mengadukan enam korban yang belum melapor ke Polda Jatim itu ke Polwiltabes Surabaya," ucapnya menegaskan.
Hasilnya, Unit PPA Polwiltabes justru menetapkan Dirut PT SPJ sebagai tersangka, namun Habibah selaku penyidik PPA Polda Jatim justru menghubungi kawan-kawan korban supaya berdamai dengan PT SPJ dengan ganti rugi sebesar Rp25 juta per orang.
"Akhirnya, korban dari Tulungagung bersedia menghadiri undangan Habibah ke Surabaya untuk `berdamai`, kemudian korban lain dari Jember dan Banyuwangi pun mulai goyah, sehingga tinggal satu korban yang masih bertahan," ujarnya mengungkapkan.
Oleh karena itu, katanya, SBMI Jatim pun menyurati Polwiltabes Surabaya untuk segera melimpahkan kasus itu ke Kejari Surabaya guna segera disidangkan.
Surat itu ditembuskan kepada Kapolri, Kepala Divisi Propam Mabes Polri, Gugus Tugas Anti Trafiking di Jakarta, Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kapolda Jatim, Direskrim Polda Jatim, dan Kabid Propam Polda Jatim.
"Alhamdulillah, kami pun mendapat dukungan dari Komnas HAM dan Polwiltabes Surabaya juga langsung mengadakan gelar perkara. Hasilnya pun membanggakan, karena kasus itu tetap diproses untuk dilanjutkan ke kejaksaan," katanya.
Ia menambahkan, ST selaku Direktur Utama PT SPJ itu melanggar UU 21/2007 tentang Perdagangan Orang, karena proses rekrutmen dilakukan dengan iming-iming (janji) dan pemalsuan dokumen atau visa kunjungan untuk visa kerja serta majikan di Makau yang dijanjikan juga tidak benar.
"Ke-12 TKI itu dipekerjakan di panti pijat `plus` di Makau oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Sidoarjo milik ST, dan sejumlah dokumen yang dibawa TKI dirampas oleh tekong di sana dan dimusnahkan, sehingga TKI tak berdaya," paparnya.
Ke-enam korban yang mengadu ke Polwiltabes Surabaya adalah Lilik Jamiranti (Tulungagung), Yayuk Hafifah (Banyuwangi), Umi Roifatul Jannah (Jember), Imroatul Khasanah (Banyuwangi), Tumini (Banyuwangi), dan Muanisah Nurlaili (Banyuwangi).
(T.E011/C004/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010