da dua bahan baku yang jadi campuran metode co-firing, yakni sampah dan limbah/hasil hutan berupa kayu

Jakarta (ANTARA) - PLN membutuhkan setidaknya 8 juta ton limbah sampah per tahun guna konversi dari batu bara untuk memaksimalkan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Dalam rapat bersama Komisi VII DPR, di Jakarta, Rabu, Direktur Mega Proyek PT PLN Ikhsan Asaad, menjelaskan bahwa limbah sampah tersebut digunakan untuk menggantikan sebanyak lima persen batu bara dalam pembangkit.

Limbah yang dimaksud diantaranya adalah serbuk gergaji kayu. Kapasitas PLTU yang dimiliki PLN sendiri saat ini total sebanyak 18 ribu megawatt (MW).

Pemanfaatan energi baru terbarukan terus ditingkatkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan mengembangkan potensi biomassa yang dimiliki sebagai pengganti batu bara mencapai hingga 20.925 ton per harı.

Salah satu yang didorong dalam RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional) 2019-2038 yakni melalui metode co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi (campuran) batu bara.

"Ada dua bahan baku yang jadi campuran metode co-firing, yakni sampah dan limbah/hasil hutan berupa kayu, ini dicampurkan 1 persen hingga 5 persen. Kalau diakumulasikan potensinya cukup menjanjikan," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Sampah sebagai bahan baku pellet saat ini memiliki volume sebesar 20.925 ton per hari yang terkonsentrasi di 15 tempat pengelolaan sampah kota, yakni DKI Jakarta (7.000 ton/hari), Kota Bekasi (1.500 ton/hari), Kabupaten Bekasi (450 ton/hari), Batam (760 ton/hari), Semarang (950 ton/hari), Surabaya (1.700 ton/hari) Kota Tangerang (1.200 ton/hari), Denpasar dan Badung (1.155 ton/hari).

Selanjutnya, ada Depok, Kota dan Kabupaten Bogor (1.500 ton/hari), Makasar (1.000 ton/hari), Bandung (1.630 ton/hari), Surakarta (550 ton/hari), Malang (800 ton/hari), Regional Jogja (440 ton/hari) dan Balikpapan (290 ton/hari).

"Nilai kalori pengelolaan sampah yang dihasilkan sekitar 2.900 - 3.400 Cal/gr," tambah Agung.

Sementara untuk hasil hutan jenis kayu jika diekuivalensikan dengan besaran listrik yang dihasilkan, total potensi kayu untuk dijadikan jadi wood pellet sebesar 1.335 Mega Watt electrical (MWe).

Potensi tersebut tersebar di Sumatera (1.212 MWe), Kalimantan (44 MWe), Jawa, Madura dan Bali (14 MWe), Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (19 MWe), Sulawesi (21 MWe), Maluku (4 MWe) dan Papua (21 MWe) dengan nilai kalori sebesar 3.300 - 4.400 Cal/gr.

Baca juga: PLN operasikan pembangkit listrik tenaga sampah di Bangka
Baca juga: PLN bakal konversi 5.200 PLTD ke pembangkit energi terbarukan
Baca juga: Hadapi kondisi "triple shocks", Pertamina EP beralih ke listrik PLN

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020