Jakarta, 6/5 (ANTARA) - Mutiara yang dihasilkan dari Indonesia merupakan Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) yang juga dijuluki The Queen of Pearls. Saat ini, 26 Persen South Sea Pearl (Pinctada maxima) di pasar internasional berasal dari Indonesia. Mutiara jenis ini merupakan yang terbaik kualitasnya di dunia, di bawahnya adalah Mutiara Hitam dari Tahiti dan jenis Akayo dari Jepang. Dilihat dari areal budidaya, tenaga kerja, peralatan pendukung, dan teknologi yang telah dikuasai, seharusnya Indonesia berpeluang untuk meningkatkan perannya di pasar internasional hingga 50 persen. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad sebelum melakukan panen mutiara pada kegiatan Lombok Sumbawa Pearl Festival di Lombok, Propinsi NTB (6/5).

Kegiatan Lombok Sumbawa Pearl Festival yang berlangsung pada 6-8 Mei ini diharapkan dapat mengangkat kembali citra mutiara Indonesia dengan hanya menjual mutiara berkualitas tinggi dengan harga yang baik untuk pasar ekspor, di samping mengangkat Lombok sebagai Ikon South Sea Pearls di dunia. Kegiatan juga diisi dengan panen mutiara dan lelang mutiara dengan nilai barang yang ditawarkan sebesar Rp. 7,5 Miliar. Sukses kegiatan ini juga mendasari keinginan pemerintah untuk mendorong penjualan mutiara melalui lelang di Indonesia sehingga memberikan nilai tambah bagi usaha budidaya mutiara dan sektor lainnya seperti pariwisata dan industri kerajinan. Di samping itu, pemerintah akan terus mendorong dilakukannya research development dan konservasi guna memenuhi kebutuhan usaha mutiara yang sustainable khususnya ketersediaan akan induk alam yang berkualitas.

Menurut Soen'an H. Poernomo, yang juga anggota dari Dewan Pakar ASBUMI, bahwa di Indonesia sebagai sumber mutiara South Sea Pearls dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, serta berada di kawasan tropis, perlu diwujudkan "Pearl Center", sebuah pulau yang dipergunakan untuk budidaya, pelatihan, penelitian serta wisata, khusus untuk mutiara.

Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk mendorong kunjungan wisata ke NTB menuju "satu juta Wisatawan pada tahun 2012". Hal ini didasarkan pada sejumlah keunggulan komparatif NTB di mana secara geografis NTB dekat dengan pulau Jawa yang merupakan sentra perdagangan, karakteristik perairan NTB yang mampu menghasilkan mutiara dengan warna khas yang tidak dihasilkan di perairan manapun di dunia yaitu bronze, emerald dan metal, serta memiliki jumlah farm terbanyak di Indonesia dengan luasan area yang telah dimanfaatkan lebih dari 6.000 Ha. Hal lain tentang spesies kerang mutiara Indonesia adalah Pinctada maxima yang merupakan spesies dengan ukuran terbesar dalam genus pinctada dan penghasil mutiara terbaik (queen of pearl). Jenis ini jutaan tahun yang lalu berasal dari palung Bandanaira kemudian tersebar untuk spesies golden lip ke Utara sampai ke kepulauan Palawan Filipina, ke arah Barat sampai ke kepulauan Nikobar dan spesies white lip tersebar ke arah Timur hingga Papua dan juga ke Selatan hingga ke Australia. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini dihadiri oleh 300 peserta dan perwakilan dari 21 negara. Hadir pula dalam acara ini, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

Fadel menegaskan bahwa saat ini sekitar 90% budidaya mutiara masih dikuasai oleh investor asing yang berasal dari Australia dan Jepang. Minimnya investor dalam negeri, lebih disebabkan masalah permodalan karena pihak Perbankan masih enggan memberikan bantuan kredit kepada pembudidaya lokal meskipun budidaya mutiara sangat menguntungkan. Selain itu, kegiatan usaha budidaya mutiara juga memiliki prospek pasar yang baik dan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Saat ini, perusahaan budidaya mutiara di Indonesia berjumlah sekitar 71 perusahaan, di mana 38 perusahaan di antaranya telah bergabung ke dalam Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI). Perusahaan tersebut tersebar di wilayah Bali, NTB, NTT, Lampung, Maluku, Papua, Sulawesi dan Halmahera.

Dalam mendukung pengembangan usaha budidaya mutiara, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan beberapa penataan. Pertama, melakukan rekayasa teknologi perbenihan kerang mutiara, bahkan kegiatan insersi inti telah dapat dilakukan oleh Tenaga Kerja Indonesia. Kedua, menerbitkan keputusan Menteri KP No. 34/MEN/2002 Tentang Pedoman Umum Penataan Ruang Wilayah Pesisir yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan tata ruang wilayah pesisir untuk mendukung usaha budidaya mutiara. Ketiga, menerbitkan Peraturan Menteri KP No. PER.12/MEN/2007 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan. Keempat, membuat Aplikasi Digitasi Peta untuk mendukung penentuan titik koordinat dalam penerbitan izin lokasi usaha budidaya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M. Ed, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 08161933911)

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010