Mogadishu (ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan garis keras Somalia berencana melancarkan gelombang serangan bunuh diri di ibu kota negara itu, Mogadishu, dengan menggunakan kendaraan-kendaraan yang membawa bom, kata pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika (AMISOM), Rabu.
"Informasi terpercaya yang diperoleh AMISOM menunjukkan bahwa sejumlah kelompok oposisi bersenjata berencana melancarkan serangkaian serangan bunuh diri serentak dan memasang IED (bom rakitan) di tempat-tempat umum," kata AMISOM dalam sebuah pernyataan.
"Mereka telah mempersiapkan sejumlah kendaraan yang membawa peledak baik di Mogadishu maupun daerah-daerah sekitarnya untuk menyerang penduduk sipil yang tidak berdosa," kata pernyataan itu.
Menurut AMISOM, masjid dan pasar akan menjadi sasaran-sasaran yang paling memungkinkan, dan mereka meminta penduduk waspada pada empat mobil Toyota 4x4, dua mobil diesel Nissan, sebuah mobil perang dan sebuah kendaraan lain.
Pekan lalu 40 orang tewas dalam dua serangan terhadap masjid di Mogadishu dan kota pelabuhan selatan Kismayu.
Para analis mengatakan, kelompok-kelompok muslim garis keras di Somalia kini semakin sering menggunakan taktik gerilya seperti di Irak dimana milisi Sunni dan Syiah menyerang masjid masing-masing pihak. Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan di masjid Somalia itu.
"Kekuatan garis keras menjadi putus asa setelah kehilangan dukungan dari penduduk dan mengalami pergolakan di jajaran kepemimpinan mereka," kata AMISOM.
Sementara itu di Mogadishu, sejumlah orang bersenjata menembak mati seorang wartawan ternama -- jurnalis pertama yang terbunuh di Somalia tahun ini, kata salah seorang rekannya.
Sheikh Nur Abkey, yang berusia 60-an tahun dan bekerja untuk Radio Mogadishu yang dikelola pemerintah, tewas ditembak di daerah Wardhigley ketika ia sedang dalam perjalanan pulang pada Selasa larut malam.
"Orang-orang Al-Shabaab membunuh Sheikh Nur Abkey ... setelah mereka membunuhnya, mereka menghubungi kami dan memberi tahu kami mereka telah membunuhnya," kata Abdirahman Yusuf, redaktur Radio Mogadishu, kepada Reuters.
Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden.
Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya, Hezb al-Islam, berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.
Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.
Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.
Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Penculikan, kekerasan mematikan dan perompakan melanda negara tersebut.
Sejak awal 2007, gerilyawan menggunakan taktik bergaya Irak, termasuk serangan-serangan bom dan pembunuhan pejabat, pekerja bantuan, intelektual dan prajurit Ethiopia.
Ribuan orang tewas dan sekitar satu juta orang hidup di tempat-tempat pengungsian di dalam negeri akibat konflik tersebut.
Pemerintah sementara telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan sejumlah tokoh oposisi, namun kesepakatan itu ditolak oleh Al-Shabaab dan kelompok-kelompok lain oposisi yang berhaluan keras.
Gerilyawan muslim garis keras, yang meluncurkan ofensif sejak 7 Mei 2009 untuk menggulingkan pemerintah sementara dukungan PBB yang dipimpin oleh tokoh moderat Sharif Ahmed, meningkatkan serangan-serangan mereka.
Tiga pejabat penting tewas dalam beberapa hari sejak itu, yang mencakup seorang anggota parlemen, seorang komandan kepolisian Mogadishu dan seorang menteri yang terbunuh dalam serangan bom bunuh diri.
Selain pemberontakan berdarah, pemerintah Somalia juga menghadapi rangkaian perompakan di lepas pantai negara Tanduk Afrika itu. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010