"Dulu anggaran di Jatim hanya Rp5 miliar, sekarang Rp55 miliar. Ini salah satu upaya untuk mencegah kehamilan. Dana sebesar itu untuk aseptor," ujar Kepala BKKBN Pusat Hasto Wardoyo saat melakukan kunjungan kerja ke kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Ahad.
Ia menjelaskan anggaran tersebut untuk mengakomodasi masyarakat agar tidak drop out KB dengan cara suntik, pasang susuk dan lainnya.
Sementara itu, dengan adanya pandemik COVID-19 alat kontrasepsi sudah bisa diantar ke bidan-bidan negeri dan swasta.
Baca juga: Pekanbaru diharapkan jadi motivator kesertaan ber-KB pria nasional
Baca juga: PUS ikuti KB aktif di Yogyakarta berkurang dari 70 jadi 66,6 persen
Menurut dia, hal itu diperbolehkan asal dengan prosedur, yakni menghibahkan barang milik negeri ke swasta.
"Karena kami mengkhawatirkan tahun depan jika pandemik belum selesai dan banyak angka drop out KB di masyarakat, maka angka kehamilan akan tinggi. Maka sekarang kami pro aktif ke masyarakat," ucapnya.
Dijelaskan Hasto, angka drop out KB secara nasional saat pandemik COVID-19 mendekati 9 persen, tapi Surabaya bisa sampai 13 persen.
"Kami sangat memperhatikan itu. Kalau ada tiga juta orang yang minum pil KB tapi tidak minum, suntik pil KB tapi tidak suntik, maka diperkirakan angka kehamilan akan naik. Itu yang harus diantisipasi," katanya.
Selain itu, terjadi angka penurunan aseptor KB pada Maret-April lalu dan pada bulan tersebut diprediksi ada tambahan angka kehamilan sekitar 400 ribu.
"Kita akan lihat pada Januari 2021 seperti apa. Dengan anggaran Rp55 miliar ini semoga dapat ikut mencegah," tutur dia.*
Baca juga: 24 provinsi ikuti pengukuhan Perkadis, guna eratkan BKKBN dan OPD-KB
Baca juga: 82.512 pasangan usia subur di Bengkulu belum ikut KB
Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020