Kupang (ANTARA News) - Kekeringan yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat curah hujan yang sangat minim tahun ini merupakan dampak dari pemanasan global.

Proses pemanasan global ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama, namun dampak pemanasan ini baru mulai dirasakan saat ini, kata Kepala Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Nusa Cendana (Undana)-Kupang, Prof. Dr. Fred Benu, M.Si, di Kupang, Senin terkait kekeringan yang melanda NTT.

Hampir semua petani di wilayah Nusa Tenggara Timur mulai merasakan dampak kekeringan. Curah hujan yang minim tahun ini juga menyebabkan ancaman gagal panen hampir di semua daerah di provinsi kepulauan itu.

Bahkan stok pangan di lumbung petani bisa dipastikan tidak cukup hingga musim tanam tahun berikut.

"Curah hujan yang sangat minim tahun ini merupakan dampak dari pemanasan global. Proses pemanasan global ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama, namun dampak pemanasan ini baru mulai dirasakan saat ini," katanya.

Menurut dia, pada masa lalu, pemanasan global sudah terjadi, namun dengan frekuensi kecil dan dampaknya juga kecil tetapi aktivitas pemicu terjadinya pemanasan global terus dilakukan antara lain penebangan hutan yang tidak terkendali dan penggunaan gas yang menyebabkan efek rumah kaca serta lainnya.

Menurut Fred Benu, pemanasan global saat ini harus dihadapi sambil terus berupaya menekan peningkatan pemanasan bumi. Pemanasan global ini tidak akan berkurang dan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.

Cara yang perlu dilakukan adalah dengan beradaptasi dengan keadaan ini untuk bertahan. Model adaptasi dalam bidang pangan adalah harus ada kajian dan penelitian untuk mengembangkan tanaman yang pas untuk situasi yang semakin panas di masa mendatang.

Menurutnya, dampak pemanasan global yang kini sudah dialami NTT harus segera dilihat sebagai masalah yang sangat serus. Antisipasi masalah ini jangan sekedar pada tataran wacana saja, semua pihak tidak bisa mengambil langka sendiri-sendiri.

"Masalah kekeriangan ini akan semakin serius dan kita perlu wanti-wanti sejak saat ini sebab frekuensi semakin tinggi dan ancaman yang semakin berat," kata Fred Benu.
(B017/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010