"Target tersebut sudah merupakan keputusan antara instansi teknis dan pemerintah sebagai pelaksana pembangunan, serta persetujuan Komisi VII DPR RI," kata anggota DPR dari FPG, Bobby Adhityo Rizaldi, di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan, target lifting minyak tersebut dapat tercapai apabila pemeritah memberikan perhatian terhadap produk hukum yang tumpang tindih dan kontra produktif terhadap peningkatan lifting minyak.
"Pemerintah juga harus menyiapkan peraturan pemerintah yang mengatur harmonisasi antar produk hukum yang kontraproduktif," katanya.
Menurut dia, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) memiliki klausul yang kontraproduktif terhadap peningkatan lifting minyak. "Memang UU ini belum keluar aturan pelaksananya, namun bisa disiasati dengan transisi," katanya.
Dia mengusulkan, jajaran pemerintah harus duduk bersama antara Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup, guna menyelesaikan persoalan yang menghambat target lifting minyak tersebut. Selain penyelesaian terhadap produk hukum yang tumpang tindih, permasalahan serupa atas lahan juga harus segera ditangani.
Lebih lanjut Bobby mengatakan, tanpa adanya eksplorasi sumur baru, target lifting tidak mungkin tercapai. oleh karenanya, kewajiban pemerintah untuk segera mungkin melakukan harmonisasi produk hukum supaya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dapat beroperasi dengan membuat sumur-sumur minyak.
"Selama potensi kendala dapat diselesaikan dalam waktu cepat dan jangan sampai bulan November, maka kita sangat optimis target dapat tercapai. karena di empat bulan pertama saja sudah 953 ribu barel, artinya target ini hampir tercapai tinggal sedikit lagi,"katanya.
Namun, paparnya, masih terlihat adanya kendala teknis yang harus dibenahi seperti optimalisasi lapangan di Cepu, dan kilang-kilang di Cepu. "Bila dapat diselesaikan dalam 1-2 bulan kita percaya target lifting akan tercapai sebesar 965 ribu barel," tambahnya lagi.
Terkait kesepakatan Indonesia Crude Price (ICP) 80 dolar AS pada APBN-P 2010, Bobby mengatakan, asumsi peningkatan ICP dari APBN yang ditentukan bulan Oktober 2009 senilai 65 dolar AS menjadi 80 dolar AS dalam APBN-P bulan April 2010 telah mempertimbangkan trend harga minyak global yang cenderung meningkat dan bergerak naik dari bulan Desember 2009-Maret 2010 serta diikuti dengan mulai pulihnya perekonomian dunia dari krisis global.
"Rata-rata dari bulan Desember 2009-April 2010 ICP sebesar 78.9 dolar AS perbarel," katanya.
(T.D011/M012/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010