Magelang (ANTARA News) - Pementasan monolog Putu Wijaya di Gedung Achmad Yani Magelang, Sabtu (1/5) malam memukau "kota getuk" tersebut.Pementasan monolog dengan judul "Empu" ini mampu memikat sekitar 400 penonton, antara lain terdiri atas pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum. Penonton tidak hanya warga Magelang, tetapi juga datang dari Yogyakarta dan Semarang.
Penampilan Putu Wijaya yang didukung dengan tata lampu yang cukup bagus membuat monolog tersebut semakin menarik untuk dinikmati.
Seorang penonton yang berprofesi sebagai guru, Floris, menilai pertunjukan tersebut cukup spektakuler. Ia menyatakan sangat berterima kasih Putu Wijaya mau tampil di Kota Magelang yang selama ini jarang menggelar pertunjukan teater.
Hal tersebut diakui Ketua Panitia Penyelenggara, Yefta yang mengatakan Magelang tidak seperti Yogyakarta, Solo, dan Semarang, namun ternyata penonton cukup banyak.
"Untuk kota sekecil Magelang ini, pertunjukan ini dengan jumlah penonton sekitar 400 orang ini sudah merupakan prestasi tersendiri." katanya.
Mantan Pimpinan Teater Fajar Magelang, Andre GW menilai pertunjukan ini cukup sukses baik dari sisi penyelenggaraan maupun jumlah penonton.
Monolog "Empu" untuk mengenang 100 hari meninggal Gus Dur ini antara lain menceritakan tentang kemerdekaan dan emansipasi wanita.
Putu dengan kostum serba hitam dengan mengenakan peci tersebut menceritakan bahwa bangsa ini telah kehilangan seorang tokoh dan pemimpin yang melindungi kaum minoritas.
Ia menceritakan, Gus Dur memandang perbedaan sebagai suatu rahmat yang bisa menjadikan kesempurnaan bangsa.
Dalam salah satu adegan, Putu menceritakan seorang tokoh wanita bernama Vera yang ingin menjadi seorang laki-laki karena ingin balas dendam atas kelakukan kaum pria pada nenek dan ibunya yang membuatnya menderita.
Namun, kehidupan Vera sebagai seorang laki-laki ternyata tidak seperti yang dibayangkannya, karena banyak menemui rintangan dan membuatnya menyesal.
Menurut Putu, kalau ingin memperjuangkan hak-haknya seorang perempuan harus menunjukkan kelebihan yang dimiliki perempuan, jangan ingin menjadi seperti laki-laki.(H018/R014)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010