Tidak ada maksud Presiden menyisihkan nelayan kecilJakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan diberlakukannya UU Cipta Kerja tidak akan mengubah komitmen pemerintah untuk menyejahterakan nelayan kecil karena hal tersebut sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo untuk membantu nelayan.
Direktur Jasa Kelautan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Miftahul Huda di Jakarta, Jumat, menyatakan amanat Presiden saat memberikan pernyataan resmi terkait UU Cipta Kerja pada 9 Oktober 2020, untuk memudahkan masyarakat kecil dalam melakukan usaha, termasuk di sektor kelautan dan perikanan.
Miftahul Huda menegaskan UU Cipta Kerja tak akan mengubah komitmen tersebut. Sebaliknya, Pemerintah ingin memperkuat para nelayan dan masyarakat pesisir.
"Tidak ada maksud Presiden menyisihkan nelayan kecil. Semua Perda wilayah pesisir, 0-12 mil prioritas untuk masyarakat, nelayan kecil. Jadi tidak ada niat Presiden menyengsarakan nelayan," katanya.
Terkait reklamasi, Huda menegaskan aktivitas tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan, terlebih terdapat acuan dan rujukan di Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWPZ3K).
Senada, Sekretaris Ditjen PRL, Hendra Yusran Siry menyebut KKP sangat ketat terkait reklamasi. Bukan hanya persoalan tempat atau lokasi, sumber kegiatan reklamasi juga wajib mengikuti kaidah-kaidah yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"Jadi pengaturan dan tata cara reklamasi tetap memperhatikan perlindungan lingkungan pesisir dan laut serta kepentingan masyarakat setempat. Pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati dan ketat," jelas Hendra.
Semangat UU Cipta Kerja, kata Hendra, adalah untuk memudahkan masyarakat tanpa meminggirkan aspek keselamatan. Masyarakat lokal pun tetap mendapat perhatian lantaran mereka sudah berada di suatu wilayah dalam jangka waktu yang cukup lama.
Sebagaimana diwartakan, KKP juga telah mulai melakukan konsultasi publik Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan dari UU Cipta Kerja.
Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini, menjelaskan RPP di bidang perikanan tangkap memuat empat materi, yang meliputi pengelolaan sumber daya ikan, penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang bukan tujuan komersial, kapal perikanan, dan kepelabuhanan perikanan.
Mengenai pengelolaan sumber daya ikan, Zaini memastikan tidak ada eksploitasi hasil laut seperti yang dikhawatirkan banyak pihak selama ini meski tujuan dari UU Cipta Kerja tersebut adalah untuk tujuan kemudahan investasi.
KKP selama ini memegang beragam poin penting dalam mengatur pengelolaan sumber daya ikan, seperti ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap, pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya, hingga rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya.
Sebagai informasi, ada empat Undang-Undang lingkup kelautan dan perikanan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu UU tentang Perikanan, UU tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU Kelautan, dan UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Bagi kalangan nelayan di berbagai daerah pesisir, Zaini menyatakan UU Cipta Kerja mempermudah nelayan untuk melaut karena bakal membuat penyederhanaan dalam perizinan sektor kelautan dan perikanan sehingga produktivitas juga meningkat.
Ia mengingatkan bahwa nelayan di Indonesia sebagian besar merupakan nelayan kecil dan menengah dengan ukuran kapal di bawah 30 GT. Jumlahnya mencapai 600 ribuan kapal, sementara yang di atas 30 GT hanya 5.400 kapal.
Baca juga: Teten ajak petani dan nelayan bangun korporatisasi lewat koperasi
Baca juga: Menteri KKP tegaskan tidak kendor bantu nelayan pesisir
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020