Surabaya (ANTARA News) - Anggota DPRD Surabaya dari PDS, Dra. Sudarwati Rorong, MM, mengakui adanya rencana pemerintah kota untuk menutup semua lokalisasi di Surabaya.
"Itu masih sebatas wacana, karena menutup lokalisasi itu tidak semudah membalik telapak tangan dalam kurun 1-2 tahun," katanya saat reses di kompleks Lokalisasi Tambak Asri, Kelurahan/Kecamatan Krembangan, Surabaya, Sabtu.
Menurut wakil rakyat yang sudah puluhan tahun tinggal di sekitar kompleks lokalisasi Kremil di kawasan utara Surabaya itu, penutupan lokalisasi itu membutuhkan pemikiran tentang solusi yang nyata untuk meredam dampaknya.
"Apalagi, persoalan prostitusi bukan sekedar masalah moral, tapi juga ada masalah sosial dan ekonomi yang sangat kompleks," kata politikus yang duduk di Komisi D DPRD Surabaya (bidang pendidikan dan kesejahteraan rakyat) itu.
Wakil Ketua DPC Partai Damai Sejahtera (PDS) Kota Surabaya itu menyatakan keberadaan Kremil juga bukan hanya prostitusi, tapi juga melibatkan jaringan usaha dan ketergantungan sekian banyak orang pada kegiatan prostitusi yang sudah berjalan puluhan tahun.
"Kremil itu sudah ada sejak tahun 1960-an, karena itu penutupan Lokalisasi Kremil secara mendadak akan menimbulkan masalah sosial baru seperti pengangguran masal dan munculnya prostitusi baru secara liar di jalanan," katanya.
Wakil Ketua II di Badan Legislatif di DPRD Surabaya 2009-2014 itu menilai penutupan lokalisasi juga membuat penularan virus HIV/AIDS yang ada di kompleks lokalisasi juga akan semakin tak terkendali dengan efek domino kerugian yang ditimbulkan pun akan lebih besar.
"Hal seperti itulah yang harus dipikirkan oleh pemerintah dan semua pihak. Jadi, rencana penutupan itu bisa saja terealisasikan, namun tidak dalam waktu dekat," kata aktivis gereja itu.
Penjelasan dari Sudarwati langsung dibenarkan seorang mucikari, Sutirah (62). Perempuan yang sudah 30 tahun menjadi mucikari di Kremil itu mengaku pasrah dengan rencana penutupan lokalisasi itu.
"Wisma saya memang sepi pengunjung dalam beberapa tahun terakhir. Kalau dulu, saya punya anak buah sampai 10, tapi saat ini hanya tersisa tiga orang, karena gadis desa sekarang lebih memilih jadi TKW," katanya.
Dengan terisak, perempuan asal Magetan itu mengaku dirinya sudah sempat memikirkan untuk pulang kampung guna beternak atau bertani di desa.
Mendengar itu, Sudarwati langsung menenangkan Sutirah. "Sudah bu, sekarang ibu menabung saja," kata wakil rakyat yang dalam upaya menjaring aspirasi masyarakat itu mendapat pertanyaan tentang rumor penutupan lokalisasi di Surabaya.
Dalam penjaringan aspirasi masyarakat sejak sepekan itu, Sudarwati yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) 1 Surabaya itu menerima keluhan dari masyarakat di dapil 1.
"Keluhan mereka mulai dari masalah banjir, tidak adanya saluran gorong-gorong di beberapa lokasi di Kremil, sampai kurangnya lampu penerangan jalan yang dapat menimbulkan tindak kriminalitas," tuturnya.
Oleh karena itu, ia bertekad untuk memperjuangkan masyarakat dari lapisan "terabaikan", seperti pengurus RW, RT, tokoh masyarakat, tokoh agama, pengurus takmir masjid, ibu PKK, karang taruna, PSK, Bunda PAUD, dan anak-anak jalanan.
Misalnya, Yaman yang mengeluhkan minimnya gaji pengurus RT sebesar Rp75ribu per bulan, sehingga banyak warga yang menolak untuk dijadikan Ketua RT.
Atau, Haji Jumali juga menyampaikan perlunya apresiasi dari pemerintah tentang peran pengurus Takmir Masjid, meski Tuhan sudah menjanjikan surga untuk para pengurus Takmir Masjid.
"Saya akan berusaha memperjuangkan hak-hak kaum marjinal untuk mendapatkan apresiasi pemerintah, termasuk Ketua RT dan pengurus Takmir Masjid. Saya juga akan memperjuangkan pendidikan dan kesehatan murah untuk para mucikari dan PSK agar bisa hidup yang lepas dari `profesi` saat ini," katanya.
(T.E011/J006/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010