Singapura (ANTARA) - Otoritas penegak hukum di Singapura berencana menuntut Jolovan Wham, 40, karena ia dianggap telah menggelar aksi protes tanpa izin, meskipun seorang diri.

Wham membela diri dengan mengatakan bahwa ia hanya berdiri depan kantor kepolisian sambil membawa spanduk bergambar sebuah wajah yang tersenyum pahit.

Kepolisian, Kamis (19/11), memberi tahu Wham bahwa ia akan dipanggil ke pengadilan untuk menjalani sidang penuntutan pada Senin (23/11).

Wham, aktivis hak-hak sipil di Singapura, kerap bersinggungan dengan aparat di negara itu, yang mengontrol ketat perkumpulan masyarakat dan kebebasan berpendapat, serta pemberitaan di media.

Tuntutan itu terkait dengan insiden pada Maret 2020, saat ia berdiri di depan kantor kepolisian sambil memegang poster aksi dan berfoto.

Aksinya itu merupakan bentuk dukungan terhadap seorang aktivis lingkungan muda yang diinterogasi oleh polisi karena berunjuk rasa beberapa hari sebelumnya.

Usai menggelar aksi protes singkat seorang diri, Wham mengunggah foto dirinya sambil memegang poster bergambar simbol orang tersenyum, di media sosial.

Menurut surat keterangan yang diunggah Wham di Twitter, ia dituntut melanggar Undang-Undang Ketertiban Umum, yang mengatur perkumpulan masyarakat dan kegiatan di tempat-tempat umum. Wham pada tahun ini telah menjalani dua hukuman kurungan singkat di penjara.


Namun untuk kasus terbarunya, ia terancam kena hukuman denda sebesar 5.000 dolar Singapura (sekitar Rp52,87 juta).

Kepolisian Singapura membenarkan bahwa Wham telah diberi tahu soal tuntutan tersebut, namun pihak kepolisian tidak bersedia memberi keterangan lebih lanjut.

"Tuntutan terhadap saya hanya memperlihatkan betapa absurd situasi yang akan terjadi kemudian," kata Wham saat dihubungi via pesan singkat. Kepada majelis hakim, ia berencana menyatakan dirinya tidak bersalah.

"(Mereka, red) menyebut yang saya lakukan adalah perkumpulan, itu merupakan penghinaan terhadap Bahasa Inggris. Bagaimana satu orang yang berdiri di ruang publik dalam waktu beberapa detik untuk foto dianggap mengancam ketertiban umum?" tanya dia.

Peneliti Amnesty International wilayah Asia Selatan, Rachel Chhoa-Howard, mengatakan insiden itu merupakan contoh lain pemidanaan aksi damai di Singapura.

Sumber: Reuters

​​​​​​​
Baca juga: Keponakan PM Singapura didenda Rp159 juta karena menghina pengadilan

Baca juga: Kepolisian Singapura tangkap pengacara yang akan bela penghina PM

​​​​​​​
Baca juga: Singapura denda Grab dan Uber jutaan dolar

Hari pertama pengaturan koridor perjalanan RI-Singapura sepi

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020