Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan menetapkan rokok elektrik berupa cairan dan alat pemanas dalam satu kesatuan (cartridge) sebagai bagian dari hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sehingga menjadi barang kena cukai.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat di Jakarta, Jumat, menyatakan pengenaan cukai catridge rokok elektrik ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.176/PMK.04/2020.
"Ditetapkannya cartridge sebagai BKC tercantum dalam penambahan substansi Pasal 1 ayat 18 PMK tersebut yang menggolongkan cartridge dalam kategori ekstrak atau esense tembakau, sehingga termasuk jenis HPTL baru," kata Syarif.
Baca juga: Peneliti sarankan penyederhanaan struktur tarif cukai
Ia menjelaskan PMK itu mengatur ketentuan baru yaitu HPTL adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain sigaret, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris, yang dibuat mengikuti perkembangan teknologi dan selera konsumen, meliputi ekstrak dan esens tembakau, tembakau hirup, atau tembakau kunyah.
Syarif memastikan ekstrak maupun esens tembakau itu termasuk yang disediakan untuk konsumen dalam kemasan penjualan eceran, yang dikonsumsi dengan cara dipanaskan menggunakan alat pemanas elektrik kemudian diisap.
Produk itu antara lain cairan yang menjadi bahan pengisi vape, produk tembakau yang dipanaskan secara elektrik (electrically heated tobacco product), kapsul tembakau (tobacco capsule), atau cairan dan pemanas dalam satu kesatuan (cartridge).
Baca juga: Ekonom: Penggolongan cukai rokok untungkan industri multinasional
PMK itu juga memberikan penegasan bahwa barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai yang isi kemasan ecerannya tidak sesuai, termasuk cartridge, dianggap melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, melalui PMK tersebut, Kemenkeu juga memperluas definisi barang kemasan untuk eceran. Dalam PMK sebelumnya, kemasan adalah barang yang pelunasan cukainya dilakukan dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan dalam satu kemasan.
Namun, melalui PMK baru, definisi kemasan ditambahkan menjadi kemasan yang bersentuhan langsung dengan barang kena cukai dan hanya dapat dibuka pada satu sisi. "Jadi ini penegasan juga, bahwa barang kena cukai yang tidak dikemas sesuai isi kemasan yang diatur dalam PMK ini, berarti melanggar ketentuan," ujar Syarif.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020