Paris (ANTARA News/AFP) - Prancis mengakui Kamis bahwa pasukannya tanpa sengaja membunuh empat warga sipil di Afghanistan pada 6 April dalam serangan rudal yang ditujukan pada gerilyawan.
Juru bicara staf umum militer Prancis Christophe Prazuck mengatakan, "penembakan sebuah rudal (anti-tank) Milan menjadi penyebab" kematian keempat orang itu, yang bersembunyi di balik pepohonan selama serangan tersebut, yang terjadi di daerah Kapisa, Afghanistan timur.
"Setahu kami, baru pertama kali ini hal semacam itu dilakukan pasukan Prancis," yang mengambil bagian dalam misi pimpinan NATO yang memerangi gerilyawan Taliban di Afghanistan, kata Prazuck kepada AFP.
Ia menambahkan, satu warga sipil tewas di lokasi kejadian, sementara tiga lain tewas kemudian di rumah sakit akibat luka-luka mereka, dan korban kelima selamat dan dirawat di rumah sakit.
Laporan-laporan sebelumnya pada saat itu menyebutkan bahwa tiga orang tewas dalam serangan tersebut.
Serangan serupa yang melibatkan pasukan NATO sehari sebelumnya di daerah sebelah selatan lagi juga menewaskan empat warga sipil, termasuk seorang wanita dan seorang anak, kata aliansi tersebut pada saat itu.
Pengakuan militer Prancis itu disampaikan sehari setelah sedikitnya enam warga sipil tewas akibat ledakan bom rakitan pinggir jalan di Afghanistan timur, dalam insiden yang menyoroti jatuhnya korban-korban sipil dalam perang di Afghanistan.
PBB menyatakan bahwa sekitar 2.000 warga sipil tewas dalam kekerasan di Afghanistan setiap tahun.
Bom pinggir jalan diketahui kalangan luas sebagai senjata yang sering digunakan Taliban untuk menyerang sasaran-sasaran pasukan pemerintah Kabul dan militer asing yang mendukung mereka.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Saat ini terdapat lebih dari 120.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010