Proses pilkada ini untuk menjadi pemimpin bukan untuk berdagang kekuasaan, beli Rp100 ribu beli Rp200 ribu Rp500 ribu sampai Rp1 juta kepada rakyat kuasanya kemudian diperdagangkan kepada pengusahaJakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengingatkan kepada setiap calon kepala daerah (cakada) bahwa proses pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan ajang berdagang kekuasaan.
"Proses pilkada ini untuk menjadi pemimpin bukan untuk berdagang kekuasaan, beli Rp100 ribu beli Rp200 ribu Rp500 ribu sampai Rp1 juta kepada rakyat kuasanya kemudian diperdagangkan kepada pengusaha," kata Ghufron saat Webinar Pembekalan Pilkada Berintegritas 2020 yang disiarkan akun Youtube Kanal KPK, Kamis.
Pembekalan itu diikuti oleh calon kepala daerah dan penyelenggara pemilu dari Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Papua.
"Jadi, KPK hadir saat ini hanya mengingatkan kembali jangan sampai kemudian salah arah, berjuang dengan mengorbankan segala hal duitnya iya, tenaganya iya dan segala hal tetapi ternyata niatnya salah ingin dagang kekuasaan. Kalau sudah ingin dagang kekuasaan maka yang terjadi kami akan siap-siap setelah menang, KPK akan hadir," ujarnya.
Baca juga: KPK beberkan tujuh fenomena kasus korupsi yang ditangani selama 2020
Baca juga: Nurul Ghufron: Jangan jadi pejabat jika pikirkan harta naik
Ghufron juga mengingatkan agar calon kepala daerah yang terpilih nantinya tidak memikirkan modal yang harus dikembalikannya.
Misalnya, kata dia, modal yang harus dikeluarkan calon kepala daerah sebesar Rp30 miliar, namun nantinya yang bersangkutan mengharapkan dapat mengembalikan modal Rp100 miliar saat terpilih.
"Kalau kemudian yang terlahir hanya pedagang-pedagang kekuasaan, modal 30 (Rp30 miliar) tetapi nanti harapannya bisa kembali 100 (Rp100 miliar) dan lain-lain maka sesungguhnya kita sedang berada di jalan yang salah," ungkap dia.
Oleh karena itu, kata dia, modal Rp30 miliar itu seharusnya bukan modal untuk mencari untung, namun modal untuk memimpin dan memberikan manfaat kepada rakyatnya.
"Maka asumsikan modal Rp30 miliar itu bukan modal untuk cari untung tetapi adalah modal untuk memimpin untuk memberikan kemanfaatan kepada rakyat. Modal yang anda perjuangkan itu bukan untuk modal dagang yang kemudian ketika duduk akan diperjualbelikan wewenang izinnya, wewenang kuasa untuk atur mulai SDM, izin, SDA, dan lain-lain," tutur-nya.
Baca juga: KPK harap Pilkada lahirkan kepala daerah beri keadilan dan kemakmuran
Baca juga: KPK gali informasi adanya dana pemda Rp252,78 triliun disimpan di bank
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020