Jakarta (ANTARA) - Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) mendorong adanya keterbukaan dan kesetaraan karena mengikutsertakan negara-negara berpenghasilan rendah seperti Myanmar, Kamboja, dan Laos, sebagai anggota kerja sama pasar bebas, kata pengurus Sekretariat Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), Rabu.

Direktur Eksekutif Sekretariat APEC Rebecca Sta Maria saat sesi pengarahan media hari ini mengatakan keikutsertaan negara-negara berpendapatan rendah dalam RCEP merupakan salah satu poin penting yang kerap dihiraukan banyak pihak.

"RCEP mematok standar yang baru bagi hubungan perdagangan internasional agar lebih inklusif," kata Rebecca. Ia menambahkan poin tersebut yang menjadi kontribusi penting RCEP bagi perdagangan dunia.

Dalam kesempatan yang sama, Rebecca juga mengapresiasi pengesahan RCEP pada akhir minggu lalu (15/11) karena momen itu mengirimkan pesan positif ke seluruh pelaku pasar di dunia.

"Poin penting, RCEP mengirim pesan ke komunitas dunia bahwa negara-negara anggota APEC akan bekerja sama dengan ASEAN dan para negara mitra
(dialogue partner) demi memastikan roda perdagangan terus berputar dan penyatuan pasar di kawasan akan terus berlanjut, dan kita tidak akan mundur meskipun ada banyak perbedaan dan tantangan," ujar dia.

Ia menegaskan RCEP juga jadi bukti bahwa masyarakat dunia saat ini masih mendukung globalisasi dan multilateralisme.

"Kita lihat, RCEP yang beranggotakan 15 negara berusaha untuk mendorong adanya investasi yang bebas dan terbuka, liberalisasi ekonomi sehingga dapat tumbuh dan cepat pulih (setelah terpuruk akibat pandemi COVID-19, red)," tambah dia.

Pendapat yang sama turut disampaikan oleh Direktur Kebijakan Sekretariat APEC Denis Hew. Ia menyebut RCEP merupakan salah satu bentuk kerja sama yang dapat mendorong penguatan rantai pasok barang dan rantai produksi barang di kawasan.

"Di tengah menurunnya aliran investasi asing di kawasan, RCEP jadi langkah penting yang dapat menghidupkan kembali aktivitas produksi di kawasan, khususnya sektor manufaktur," tambah dia.

Dalam kesempatan itu, ia mengatakan pelaku pasar tidak perlu membedakan atau membandingkan antara RCEP dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif Kemitraan Trans Pasifik (CPTPP) yang pada 2018 ditandatangani oleh 11 negara, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.

Menurut Hew, keduanya merupakan kemitraan penting yang dapat membuka akses pasar bebas dan terbuka di kawasan Asia Pasifik.

Sebanyak 15 negara, di antaranya termasuk 10 anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN), China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, meneken dokumen RCEP lewat pertemuan virtual dan tatap muka di Hanoi pada 15 November 2020. RCEP akhirnya disepakati setelah melalui rangkaian perundingan yang telah berlangsung sejak 2012.

Awalnya, India masuk dalam anggota perundingan RCEP. Namun, Perdana Menteri India Narendra Modi tahun lalu mengumumkan pihaknya keluar dari perundingan tersebut.

Walaupun demikian, dokumen akhir RCEP tetap membuka peluang bagi India untuk bergabung kembali dalam kemitraan tersebut.

RCEP akan mengatur kerja sama pasar bebas 15 negara dengan nilai produk domestik bruto kurang lebih 30 persen dari total PDB dunia. Kemitraan itu juga diharapkan dapat menghapus seluruh tarif impor/bea masuk di 15 negara anggota dalam waktu 20 tahun.

Baca juga: Ekonom: Indonesia harus tingkatkan kolaborasi demi terima manfaat RCEP
Baca juga: Kamar Dagang AS sebut AS tertinggal usai Asia-Pasifik bentuk RCEP
Baca juga: Dengan RCEP, Indonesia diharapkan lakukan strategi "menyerang"

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020