Orang-orang itu sedang pulang dari wisata belanja mingguan ketika bom pinggir jalan meledakkan kendaraan mereka, kata Mubarez Zadran, seorang juru bicara pemerintah provinsi, kepada AFP.
Peristiwa itu, yang terjadi di distrik Tani, sebuah daerah bergolak di provinsi Khost, merupakan yang terakhir dari serangkaian kekerasan terkait dengan Taliban yang menewaskan warga sipil. PBB menyatakan bahwa sekitar 2.000 warga sipil tewas dalam kekerasan di Afghanistan setiap tahun.
"Menurut informasi awal dari daerah itu, enam orang, semuanya warga sipil, tewas dan empat orang lain cedera," kata Zadran.
Amir Padshah Rahmatzai Mangal, direktur kesehatan masyarakat provinsi, mengatakan, jumlah korban tewas mungkin akan naik. Ia mengatakan bahwa satu orang yang terluka dirawat di rumah sakitnya.
"Kami mendengar ada 12 orang yang tewas. Kami masih berusaha memastikan jumlah itu," katanya, mengutip keterangan penduduk setempat.
Bom pinggir jalan diketahui kalangan luas sebagai senjata yang sering digunakan Taliban untuk menyerang sasaran-sasaran pasukan pemerintah Kabul dan militer asing yang mendukung mereka.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Saat ini terdapat lebih dari 120.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Delapan tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu 18 bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010