...kami yakin UU Ciptaker ini dapat membangun sistem yang lebih baik untuk meningkatkan investasi di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk semakin memperkuat dan memperluas peran sektor industri di Tanah Air dalam rantai nilai global (global value chains) sehingga meningkatkan daya saing manufaktur nasional, salah satunya melalui penyederhanaan regulasi guna mempermudah pelaku usaha.
“Melalui langkah tersebut, sektor industri manufaktur kita diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang sehingga akan meningkatkan pula ekspor dari barang-barang hasil hilirisasi industri kita dalam rantai nilai global,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Dody Widodo lewat keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Dody mengemukakan Kemenperin berkomitmen memacu hilirisasi sektor industri untuk lebih meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri.
“Karena itu, pemerintah mendorong transformasi kita menjadi negara yang mengekspor barang-barang hasil hilirisasi industri,” ujarnya.
Baca juga: IKM kerajinan nasional dipacu masuk rantai pasok global
Untuk mewujudkan hal tersebut, lanjut dia, pemerintah terus berbenah agar sektor manufaktur Indonesia semakin memiliki daya saing serta mampu meningkatkan ekspor produk hasil hilirisasi, antara melalui penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) atau Omnibus Law.
“Dalam upaya membangun sektor manufaktur, kami yakin UU Ciptaker ini dapat membangun sistem yang lebih baik untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Karena itu, kami terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain yang terkait untuk meningkatkan sinergi mewujudkan ease of doing business dan peningkatan daya saing,” papar Dody.
Dirjen KPAII menjelaskan dalam UU Ciptaker terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan perindustrian. Pada pasal tersebut akan menjadi satu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dalam pelaksanaan UU Ciptaker pada sektor perindustrian yang akan mencakup lima hal.
Baca juga: Pandemi, pemerintah perlu pastikan kelancaran rantai pasok global
Pertama, RPP tentang kemudahan untuk mendapatkan bahan baku atau bahan penolong untuk industri. Kedua, RPP tentang pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian. Ketiga, RPP tentang industri strategis. Keempat, RPP tentang pemberian perizinan berusaha untuk usaha industri. Terakhir, RPP tentang peran serta masyarakat dalam pembangunan industri.
“Nantinya Online Single Submission (OSS) versi terbaru yang akan dipertegas dalam Omnibus Law, diharapkan akan mengatasi beban administrasi yang berat dan tumpang tindih aturan,” imbuh Dody.
Berdasarkan Industrial Development Report 2020 yang dirilis UNIDO, Indonesia berada di urutan ke-38 dari total 150 negara dalam peringkat Competitive Industrial Performance (CIP) Index pada tahun 2019. Artinya, posisi Indonesia berhasil naik dibanding tahun 2018 yang menempati peringkat ke-39.
“Terkait hal tersebut, Indonesia masuk ke dalam kategori Upper Middle Quintile dan memiliki peringkat lebih tinggi daripada India (peringkat ke-39), Filipina (peringkat ke-41), dan Vietnam (peringkat ke-43),” ungkap Dody.
Baca juga: ASEAN diprediksi jadi pusat rantai pasok barang dunia pada 2030
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020