"Sangat penting, AN ini tidak bisa 'dibimbelkan', karena 'dibimbelkan' jika meningkatkan angkanya dengan menghafal atau menguasai materi tentunya tidak menunjukkan hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang sebenarnya," ujar Nadiem dalam webinar di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan hal pertama yang dilakukan adalah mengukur dengan instrumen yang tepat. Instrumen tersebut tidak hanya mengukur kognisi, tetapi juga mengukur profil pelajar, dan yang terpenting seperti kemampuan bernalar kritis, dan juga nilai-nilai Pancasila.
Baca juga: Nadiem minta guru jangan stres hadapi Asesmen Nasional
AN, lanjut Nadiem, merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam kebijakan Merdeka Belajar. Tujuannya untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Pengukuran harus dilakukan dengan instrumen yang tepat dan sesuai standar dunia.
"AN ini tidak berkaitan dengan masa depan anak-anak kita. AN sesuai dengan amanat UU tujuannya untuk pemetaan," tambah dia.
Dia menjelaskan asesmen tidak hanya dilakukan pada tingkat nasional. Bisa juga diturunkan pada tingkatan sekolah atau guru. Oleh karena itu perlu dilakukan reformasi asesmen. Masing-masing guru hendaknya memiliki kemampuan untuk mendiagnosa tingkatan kompetensi murid-muridnya.
"Sehingga guru bisa mengajar pada tingkatan yang tepat. Permasalahan yang terjadi di Indonesia dan juga tempat lain, semua level kompetensi per angkatan itu distandarkan dan dipatok ke suatu umur. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan laporan Bank Dunia banyak sekali anak mengalami ketertinggalan satu atau dua tahun, tapi ada yang lebih maju lagi," jelas Nadiem.
Oleh karena itu, perlu membuat sistem asesmen yang membebaskan guru untuk memilih tingkatan kompetensi yang mana yang cocok untuk muridnya.***3***
Baca juga: Ketua MPR dukung Asesmen Nasional pengganti UN
Baca juga: Mendikbud : Asesmen nasional tidak mengevaluasi capaian peserta didik
Baca juga: Kemendikbud: Asesmen dalam kondisi khusus sama dengan kondisi umum
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020