Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, tidak ada kewajiban untuk memeriksa Wakil Presiden Boediono dalam penyelidikan kasus Bank Century di Gedung KPK.

Hal itu diungkapkan oleh pimpinan KPK dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI di gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu.

Pimpinan KPK menyebutkan, hal tersebut juga berlaku bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani yang bakal diperiksa dalam kasus yang sama.

Wakil Ketua KPK, M. Jasin, menjelaskan bnahwa pasal 25 Undang-undang KPK memberikan kewenangan kepada KPK untuk membentuk aturan internal.

Hal itu diwujudkan dalam pembuatan prosedur operasi standar tentang penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi.

"Prosedur itu antara lain menjelaskan pemeriksaan dalam tahap penyelidikan tidak harus dilakukan di KPK," kata Jasin.

Jasin menjelaskan, penanganan kasus Bank Century masih dalam tahap penyelidikan. Tahap itu adalah tahap bagi KPK untuk mengetahui apakah ada perbuatan tindak pidana korupsi dalam suatu kasus.

Menurut Jasin, hal terpenting dalam tahap penyelidikan adalah terkumpulnya informasi, bukan tempat mendapatkan informasi itu.

"Yang penting adalah substansi yang kita cari bisa didapat oleh penyelidik," kata Jasin menambahkan.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Chandra Martha Hamzah mengatakan, pemeriksaan di luar gedung KPK sudah sering dilakukan oleh tim penyelidik dan penyidik KPK.

Dalam kasus Bank Century, kata Chandra, tim penyelidik KPK telah melakukan pemeriksaan pejabat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di kantor LPS.

Tim KPK juga pernah memeriksa pegawai Bank Century di kantor bank tersebut. Selain itu juga ada pemeriksaan seorang Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) di kantor BI.

"Bahkan kita pernah meminta keterangan pejabat BI di Washington DC," kata Chandra tanpa menyebut nama-nama pejabat yang dimaksud.

Seperti Jasin, Chandra menjelaskan, prioritas dalam penyelidikan perkara adalah pengumpulan informasi dan keterangan.

Chandra menambahkan, penegak hukum tidak memiliki wewenang memaksa dalam tahap penyelidikan.

"Tidak ada upaya paksa dalam tahap penyelidikan, ini azas," kata Chandra.

Sementara itu, sejumlah anggota Komisi III DPR mendesak KPK untuk memeriksa Boediono dan Sri Mulyani di gedung KPK.

Sebagian besar dari mereka menggunakan alasan persamaan di depan hukum untuk membenarkan pendapat itu.

Bahkan, salah satu anggota Komisi III, Sarifuddin Sudding menyarankan agar KPK berhati-hati dalam menggunakan aturan internal sebagai dasar untuk bekerja.

Tindakan itu bisa disalahkan jika bertentangan dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

"Aturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya," kata Sarifuddin yang juga politisi Partai Hanura itu.

Boediono akan diperiksa oleh tim penyelidik KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur BI, sedangkan Sri Mulyani sebagai mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Keduanya diduga memiliki peran dalam pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) senilai Rp689 miliar dan pengucuran dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century.
(F008/E001/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010