Jakarta (ANTARA News) - Kapolri menyerahkan kepada penyidik mengenai masalah permohonan penangguhan penahanan atas Mukhamad Misbakhun yang diajukan oleh 33 anggota DPR belum lama ini.
Kepada wartawan di Istana Negara Jakarta, Rabu, Kapolri mengatakan, penyidik memiliki otoritas penuh untuk menentukan apakah pengajuan penangguhan penahanan tersebut dapat dikabulkan atau tidak.
"Biarkan otoritas ini penuh kepada penyidik, kita serahkan sepenuhnya. Ini kan proses yang sedang dilaksanakan dalam pengembangan penyidikan. Jadi soal permohonan penangguhan kita terima, tapi tindak lanjutnya tunggu nanti dari penyidik itu sendiri," jelas Kapolri.
Kapolri mengatakan, penyidik yang memiliki kewenangan apakah permohonan penangguhan penahanan tersebut mencukupi syarat atau tidak.
Penyidik, lanjut dia, menahan Misbakhun atas pertimbangan subyektif apakah tersangka pengajuan surat utang fiktif kepada Bank Century itu melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya lagi.
"Tentunya ada hal-hal yang kalau tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, tidak melakukan perbuatan lagi. Tapi kalau nanti penyidik menilai bahwa masih ada hal-hal lain yang masih akan dikembangkan, itu kan belum tahu," tuturnya.
Sebanyak 33 anggota DPR dari lintas fraksi dan komisi mengajukan penangguhan penahanan bagi Misbakhun yang juga anggota Komisi VI DPR RI itu.
Permohonan itu disampaikan kuasa hukum Misbakhun, Luhut Simanjuntak, kepada Bareskrim Mabes Polri.
Ke-33 anggota DPR itu berasal dari PKS, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golar.
Mereka bersedia menjaminkan kepada polisi bahwa Misbakhun tidak akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Sejak Senin (26/4) malam, Misbakhun ditahan oleh Mabes Polri sebagai tersangka dugaan pemberian keterangan palsu dalam proses pengajuan surat utang PT Selalang Prima Internasional senilai 22,5 juta dolar AS kepada Bank Century.
(T.D013/A041/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010