"Sikap kami jelas. Kami menolak Pemilu itu dan hasilnya," tegas Ahmed Tugud Lissan dari Gerakan Keadilan dan Persamaan (JEM).
Perundingan tak langsung antara JEM dan Pemerintah Sudan di ibukota Qatar, Doha, terganggu karena pemilihan presiden, anggota dewan dan daerah tersebut. Pembicaraan itu sedianya dimulai lagi Mei.
"JEM akan menghadapi pemerintah baru itu sebagai ketentuan yang harus diterima, dan bukan sebagai pemerintah yang dipilih oleh rakyat Sudan," ia menambahkan.
Presiden Omar al-Bashir yang sempat dituding terlibat kasus kejahatan perang di Darfur, terpilih kembali, Senin, dengan mengantongi 68,24 persen dari suara yang masuk.
Kubu oposisi sendiri memboikot pemilihan presiden itu.
Pada 29 Maret, kurang dari dua pekan sebelum tempat-tempat pemungutan suara dibuka, JEM mengancam untuk mengangkat senjata lagi melawan pemerintah jika perundingan damai dengan Khartoum gagal.
JEM dan pemerintah Sudan Februari lalu telah menandatangani perjanjian kerangka kerja perdamaian di Doha.
Masyarakat internasional memujinya sebagai langkah besar ke depan untuk membawa perdamaian ke Darfur setelah tujuh tahun dilanda perang yang membawa bencana kemanusiaan besar di wilayah itu.
Namun perundingan antara Khartoum dan JEM tidak berjalan mulus. Batas waktu yang ditetapkan untuk menyelesaikan perjanjian perdamaian pada 15 Maret telah lewat tanpa perjanjian.
Darfur adalah wilayah padang pasir gersang seluas Prancis. Sejak 2003, daerah itu dilanda perang saudara. Menurut PBB, jumlah korban tewas akibat perang tersebut mencapai sekitar 300.000 orang.
Sebanyak 2,7 juta orang lainnya terlantar namun perhitungan PBB ini dibantah Pemerintah Sudan yang menyebutkan korban tewas hanya sekitar 10.000 orang.
(S008/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010