Putussibau, Kapuas Hulu (ANTARA) - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong mengatakan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (Peti) dapat merusak lingkungan dalam waktu yang lama, sehingga sangat penting untuk semua pihak menjaga lingkungan agar tidak rusak.

"Sebetulnya Peti itu menyangkut sumber mata pencaharian terbatas, tetapi kalau kita ingin mengeksploitasi, misalnya menambang di sungai, sungai itu hancur, kita dapatkan emas sebentar dan kerusakannya jangka lama, terus kita dapat untung apa," kata Alue Dohong saat kunjungan kerja ke Kapuas Hulu Kalimantan Barat, Selasa.

Baca juga: Wamen LHK: Fauna endemik di Taman Nasional RAW unik dan khas

Dohong mengatakan kerusakan lingkungan berdampak terhadap keberlangsungan makhluk hidup, baik manusia maupun hewan.

Salah satu contoh, kata Dohong, untuk membersihkan emas memakai air raksa, itu bahaya jika dibuang sembarangan ke sungai, dimakan ikan di dasar perairan, dimakan lagi oleh manusia, bisa menjadi penyakit.

"Itu limbah berbahaya dan beracun," kata Dohong yang saat itu di dampingi oleh Sekjen penegakan hukum Kementerian LHK.

Dohong mengatakan untuk menjaga lingkungan, hutan harus dijaga, bukan karena kayunya punya nilai uang, tetapi mencegah erosi, menjaga kualitas air dan menghirup karbondioksida.

"Jika hutan baik akan menyimpan air, jika rusak akan berdampak pada kualitas lingkungan, kita lihat berbagai aspek, yang terpenting kita jaga kelestarian dan fungsi lingkungan," kata Dohong.

Baca juga: Wamen LHK: Realisasi padat karya penanaman mangrove capai 65 persen

Baca juga: Wamen LHK minta pelaku usaha tidak hanya fokus pada profit

Baca juga: Wamen LHK sebut lingkungan diperhatikan saat produksi pangan dinaikkan

Ia berpesan agar masyarakat dapat beralih dari usaha yang merusak lingkungan menjadi yang ramah lingkungan, salah satu contoh membudidayakan ikan Semah yang memiliki nilai ekonomis jutaan rupiah per kilogramnya.

"Lebih baik budi daya ikan semah, lebih ramah lingkungan," kata Dohong.

Pewarta: Teofilusianto Timotius
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020