Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal menghadirkan pengusaha Nunun Nurbaeti Daradjatun untuk bersaksi di persidangan kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004.
Hal itu diungkapkan oleh hakim Hendra Yospin dalam sidang kasus tersebut di Jakarta, Selasa, dengan terdakwa politisi Partai Golkar, Hamka Yandhu.
"Saya kecewa dengan KPK yang tidak mampu menghadirkan Nunun di pengadilan," kata Hendra Yospin.
Selama ini, KPK tidak berhasil mengadirkan Nunun karena istri mantan Wakil Kepala Polri, Adang Daradjatun itu mengaku mengalami gangguan mengingat dan dirawat di Singapura.
"Meski sakit lupa , sebenarnya fisiknya bisa dihadirkan ke pengadilan," kata Hendra Yospin.
Sementara itu, hakim Made Hendra meminta KPK menjadikan kegagalan itu sebagai patokan untuk perbaikan kinerja.
"Semoga ini menjadi catatan bagi KPK yang katanya `superbody` itu," kata Made Hendra.
Nunun sebenarnya akan dihadirkan dalam sidang kasus yang menjerat empat terdakwa itu. Keempat terdakwa itu semuanya mantan anggota DPR, yaitu Hamka Yandhu, Endin Soefihara, Dudhie Makmun Murod, dan Udju Djuhaeri.
KPK gagal menghadirkan Nunun dalam sidang keempat terdakwa itu.
Juru Bicara KPK, Johan Budi mengatakan, KPK akan mengirimkan tim ke Singapura untuk mencek kesehatan Nunun.
Namun, hingga kini belum ada kepastian tentang keberangkatan tim tersebut.
Kasus itu mulai terungkap setelah KPK menduga ada aliran 480 lembar cek bernilai Rp50 juta per lembar kepada sejumlah anggota DPR. Aliran cek itu diduga terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda S. Goeltom.
Fakta persidangan menyebutkan, perintah aliran itu diduga berasal dari pengusaha perempuan, Nunun Nurbaeti Darajatun.
Presiden Komisaris PT Wahana Esa Sejati itu memerintahkan karyawannya, Arie Malangjudo, untuk mendistribusikan cek itu kepada sejumlah anggota DPR.
(T.F008/A033/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010