Dalam siaran pers P2G di Jakarta, Selasa, Satriwan mengemukakan bahwa rencana pembukaan kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka di beberapa daerah berpotensi tidak efektif mengingat waktu penilaian akhir semester atau ujian akhir semester (UAS) tinggal tiga pekan lagi.
"Awal Desember siswa akan UAS semester ganjil. Andaikata sekolah tatap muka kembali, pembelajaran tak akan berjalan efektif dan optimal," katanya.
Apalagi, ia melanjutkan, pembelajaran di bagi dalam dua gelombang dengan waktu belajar dan interaksi terbatas semasa pandemi COVID-19 masih berlangsung.
Ia mengatakan bahwa aturan pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah pada masa pandemi sangat ketat, karena itu P2P menyarankan pemerintah daerah tidak memaksakan penyelenggaraannya.
"Lebih baik PJJ (pembelajaran jarak jauh) diteruskan sampai akhir tahun," katanya.
"Pembukaan sekolah harus melalui persetujuan orang tua dan tidak ada pemaksaan bagi orang tua agar anaknya diizinkan belajar tatap muka. Pemda tidak boleh semaunya membuka sekolah tanpa meminta persetujuan dari semua orang tua tanpa kecuali," ia menambahkan.
Kalau ada beberapa orang tua siswa yang tidak mengizinkan anaknya masuk setelah pembukaan sekolah, ia menekankan, maka guru dan sekolah tetap wajib memberikan layanan pembelajaran kepada siswa tersebut secara daring maupun luring.
"Sekolah juga tak boleh memaksa orang tua memberikan izin. Untuk mendapatkan layanan pendidikan adalah hak dasar siswa. Hak hidup, sehat, dan memperoleh rasa aman adalah utama, baru kemudian hak pendidikan," katanya.
P2G menyarankan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama turun tangan langsung untuk mengecek kesiapan infrastruktur pendukung penerapan protokol kesehatan di sekolah-sekolah.
P2G ragu semua sekolah sudah bisa memenuhi seluruh syarat penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
"Oleh karena itu, P2G meminta Kemdikbud dan Kemenag turun langsung mengecek kesiapan sekolah dibuka kembali. Kemdikbud harus betul-betul memastikan sekolah sudah siap memenuhi sarana-prasarana penunjang protokol kesehatan, tanpa kecuali," kata Sekretaris P2G Afdhal.
Dia juga mengemukakan perlunya penindakan terhadap Dinas Pendidikan yang membolehkan pembukaan kembali sekolah yang berada di daerah dalam zona oranye seperti Kota Surabaya karena tindakan itu berpotensi menimbulkan klaster penularan COVID-19.
"Itu jelas sekali akan membahayakan kesehatan dan keselamatan guru, siswa, dan keluarga mereka. Mestinya daerah dan pusat harus komitmen dan konsisten dengan SKB 4 Menteri yang dibuat," katanya.
Baca juga:
DPR minta aturan pembelajaran jarak jauh diselaraskan
FSGI dorong pemerintah evaluasi pembelajaran jarak jauh fase kedua
Pewarta: Indriani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020